TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON -- Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) menurunkan 1.600 tentara ke wilayah Washington.
Pengerahan ribuan tentara itu diambil menyusul gelombang aksi unjuk rasa memprotes kematian warga kulit hitam, George Floyd di tangan polisi pada Senin (25/5/2020).
Hal itu disampaikan juru bicara Pentagon Jonathan Rath Hoffman, seperti dilansir Reuters dan Channel News Asia, Rabu (3/6/2020).
"Elemen-elemen aktif itu bertugas di pangkalan militer di National Capitol region tetapi tidak di Washington, DC," ujar Rath Hoffman dalam sebuah pernyataan.
Dia mengatakan, pasukan berada pada "status siaga tinggi," tapi "tidak berpartisipasi dalam memberikan dukungan pertahanan untuk operasi otoritas sipil."
Pejabat senior Kementerian Pertahanan itu mengatakan pada hari Senin, paskan akan dipindah ke wilayah Washington.
"Pasukan ini termasuk polisi militer dan mereka yang memiliki kemampuan teknik, bersama dengan Batalyon Infanteri," kata Hoffman.
Trump Ancam Kerahkan Militer
Presiden Trump mengancam bakal mengerahkan militer, jika pemerintah kota (pemkot) gagal menangani kerusuhan dalam demo memprotes kematian George Floyd.
Sang presiden memberikan pidato ketika polisi menembakkan gas air mata, dalam unjuk rasa yang berlangsung di luar Gedung Putih, Washington.
Trump menyatakan, dia segera mengerahkan sumber daya pemerintah federal dalam demonstrasi yang pecah karena kematian George Floyd di Minneapolis.
"Pertama, kami akan mengakhiri kerusuhan dan aksi main hakim sendiri yang menyebar ke seluruh negara. Kami akan segera mengakhirinya," tegas dia.
Dia telah menginstruksikan gubernur negara bagian untuk mengirim Garda Nasional, dengan perintahnya adalah mereka harus mendominasi pendemo.
Presiden dari Partai Republik itu kemudian melontarkan ancaman jika pemkot atau pemerintah negara bagian gagal bertindak dalam menjamin warganya.
Baca: Lebih Dari Separuh Warga Amerika Dukung Militer Bantu Polisi Tangani Protes Kematian George Floyd
"Saya akan mengerahkan militer AS dan segera menyelesaikan masalah yang mereka timbulkan," tegasnya dikutip Sky News Selasa (2/6/2020).
Floyd tewas di Minneapolis pada Senin pekan lalu (25/5/2020), setelah sebelumnya dia ditangkap karena diduga menggunakan uang palsu.
Dalam video yang menimbulkan amarah publik, nampak empat polisi membekuknya, dengan satu polisi menindih leher pria 46 tahun itu.
Floyd, yang di mata kerabat serta keluarganya dikenal sebagai "raksasa lembut", sebelumnya sudah berteriak "aku tak bisa bernapas".
Si polisi, Derek Chauvin, kemudian dipecat dan ditangkap pada Jumat (29/5/2020) setelah aksinya menindih leher Floyd viral.(Reuters/Guardian/Sky News/AFP)