TRIBUNNEWS.COM - Ratusan orang berkumpul di gereja Minneapolis pada Kamis (4/6/2020) untuk melakukan upacara pemakaman dan mengenang George Floyd.
Secara bergantian, para pelayat mengatakan Floyd sebagai sosok teman, ayah, dan paman yang baik.
Menurut para kerabatnya, Floyd tidak pantas meninggal di tangan para polisi.
Sebelumnya, George Floyd merupakan pria Afrika-Amerika yang diduga meninggal setelah lehernya dikunci oleh polisi Derek Chauvin pada Senin (25/5/2020).
Dia ditangkap empat polisi dengan tuduhan pemalsuan uang sebesar USD 20 atau sekira Rp 800 ribuan.
Baca: Nasib Derek Chauvin dan Tiga Polisi Pembunuh George Floyd Kini, Terancam 40 Tahun Penjara
Baca: Polisi Perancis Tembakkan Gas Air Mata Bubarkan Demo Anti-Rasisme untuk George FLoyd
Video amatir menunjukkan Floyd ditiarapkan ke tanah sementara lehernya dikunci lutut polisi Chauvin.
Floyd terdengar merintih karena tidak bisa bernapas, namun Chauvin tetap pada posisinya hingga Floyd tidak sadarkan diri.
Insiden itu meledakkan protes di berbagai negara bagian AS hingga ke ranah internasional.
Pada upacara pemakamannya, aktivis hak-hak sipil, Pendeta Al Sharpton menyoroti kebrutalan polisi AS pada komunitas Afrika-Amerika.
Dikutip dari New York Times, beberapa yang hadir di antaranya Pendeta Jesse Jackson, Senator Minnesota Amy Klobuchar, beberapa anggota Kongres, dan selebritas, termasuk Ludacris, Kevin Hart, Tiffany Haddish, dan TI.
Para pelayat memberikan penghormatan dengan berdiri diam selama 8 menit 46 detik, durasi Chauvin mengunci leher Floyd dengan lututnya.
"Kisah George Floyd adalah kisah orang kulit hitam. Karena sejak 401 tahun yang lalu, alasan mengapa kita tidak pernah bisa menjadi yang kita inginkan dan impikan adalah Anda tetap bertekuk lutut," kata Sharpton dalam pidatonya.
"Sudah waktunya bagi kita untuk berdiri dalam nama George dan berkata, lepaskan lututmu dari leher kami!" tambahnya.
Salah seorang saudara Floyd, Philonise menceritakan permainan masa kecil keduanya.