TRIBUNNEWS.COM - Korea Utara akan memutus semua jalur komunikasi antar-Korea dengan Korea Selatan, termasuk hotline antara pemimpin kedua negara.
Pemerintah Korea Utara mengatakan, ini adalah tindakan pertama dari serangkaian aksi yang menandakan Korea Selatan sebagai 'musuh'.
Hotline kantor penghubung yang terletak di kota perbatasan Korea Utara, Kaesong, telah dihentikan mulai Selasa (9/6/2020).
Diketahui, kedua negara ini memiliki kantor penghubung untuk mengurangi ketegangan sejak 2018 melalui telepon.
Namun, karena adanya pembatasan akibat Covid-19, kantor penghubung ditutup sementara pada Januari 2020.
Baca: Media Korea Utara Sebut Kim Jong Un Bekerja Tanpa Istirahat dan Tanpa Tidur, Tak Ada Libur Baginya
Baca: Korea Utara Beri Dukungan kepada China soal Hong Kong, Kecam Campur Tangan AS
"Korea Utara akan sepenuhnya memutus dan menutup jalur penghubung antara pihak berwenang Korea Utara dan Korea Selatan, yang selama ini melalui kantor penghubung bersama Utara-Selatan, mulai pukul 12.00 pada 9 Juni 2020," Korean Central News Agency (KCNA) melaporkan, dilansir BBC.
Komunikasi via telepon antara dua negara terjalin dua kali sehari melalui kantor, yakni pada pukul 09.00 dan 17.00.
Namun, Senin (8/6/2020) lalu, Korea Selatan mengatakan, untuk pertama kalinya dalam 21 bulan, panggilan pagi belum dijawab, meskipun komunikasi sore hari dilakukan.
"Kami telah mencapai kesimpulan bahwa tidak perlu duduk berhadapan dengan pihak berwenang Korea Selatan dan tidak ada masalah untuk berdiskusi dengan mereka, karena mereka hanya membangkitkan kekecewaan kami," kata KNCA.
Tak hanya jalur komunikasi antar kedua pemimpin, saluran komunikasi militer juga akan diputus.
Baca: Belajar dari Korea Selatan, Indonesia Diminta Tak Terburu-buru Menerapkan New Normal
Sebelumnya, pada pekan lalu, Kim Yo Jong, saudara perempuan Kim Jong Un, mengancam untuk menutup kantor, apabila Korea Selatan tidak menghentikan para kelompok pembelot untuk mengirimkan selebaran ke Korea Utara.
Dia mengatakan, kampanye selebaran itu merupakan tindakan permusuhan.
Tindakan itu dianggap melanggar perjanjian damai yang dibuat pada KTT Panmunjom 2018 antara pemimpin Korea Selatan dan Korea Utara, Moon Jae In dan Kim Jong Un.
Dalam kampanye selebaran tersebut, para pembelot Korut terkadang mengirim balon-balon yang membawa selebaran kritis ke Korea Utara.
Terkadang pula, pasukan pembelot membujuk orang Korea Utara untuk mengambilnya.
Padahal, hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan tampak membaik pada 2018.
Kala itu, para pemimpin kedua negara bertemu tiga kali.
Pertemuan tingkat tinggi semacam itu tidak pernah terjadi dalam lebih dari satu dekade sebelumnya.
Namun, Pyongyang memutuskan kontak dengan Seoulsetelah pertemuan Kim Jong Un dan Presiden AS, Donald Trump di Hanoi tahun lalu.
Itu membuat pembicaraan tentang nuklir terhenti.
Secara teknis, Korea Utara dan Korea Selatan masih berperang karena tidak ada kesepakatan damai yang tercapai ketika Perang Korea berakhir pada 1953.
Perang tersebut berakhir dengan gencatan senjata daripada perjanjian damai.
Korea Utara Berjanji akan Buat Korea Selatan Menderita
Meski sudah mengancam akan menutup kantor penghubung antara Korea Utara- Korea Selatan di perbatasan, juga membatalkan perjanjian militer serta proyek lainnya, Korut rupanya sedang berencana membuat Korsel menderita.
Sebelumnya, Korut melalui pernyataan Kim Yo Jong, adik dari pemimpin tertinggi negara itu, Kim Jong Un, mengirim ancaman kepada Korsel.
Dia mengatakan mereka akan mengancam membatalkan perjanjian militer dan menutup kantor penghubung di perbatasan jika Korsel gagal membatasi aktivitas para pembelot Korut yang menyebar pesan propaganda anti-Pyongyang di perbatasan.
Pihak Korsel pasca-ancaman itu langsung merespons mereka akan membuat undang-undang yang akan membatasi pergerakan aktivis serta pembelot Korut di perbatasan.
Namun, UU itu tampaknya memicu perdebatan tentang potensi pelanggaran kebebasan berekspresi di Korsel.
Baca: Pemimpin Kelompok Warga Jepang yang Diculik Korea Utara Meninggal Dunia
Baca: Suami Istri Tewas Dieksekusi Regu Tembak Lantaran Coba Kabur dari Korea Utara, Awalnya Disiksa
Dilansir media Prancis, AFP, Juru bicara Departemen Unifikasi Korea Utara pada Jumat (5/6/2020) mengatakan, "Pertama-tama, kami tentu akan menarik kantor penghubung Utara-Selatan."
Pernyataan itu dilansir oleh Kantor Berita Pusat Korea.
Penutupan kantor penghubung itu menyusul beberapa tindakan untuk menghukum Seoul, imbuh juru bicara itu.
"Kami sedang memulai sesuatu yang akan melukai sisi Selatan, sesegera mungkin kami akan membuat mereka menderita."
Seorang pejabat dari kantor kepresidenan Korea Selatan mengatakan, kampanye selebaran yang dilakukan pembelot dan aktivis itu "lebih punya sisi berbahaya daripada baiknya".
Sejauh ini, operasi di kantor penghubung Utara-Selatan telah ditangguhkan akibat wabah virus corona.
Respons Korea Selatan setelah Diancam Kim Yo Jong
Pemerintah Korea Selatan langsung bersikap setelah adik Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Kim Yo Jong, melontarkan ancaman.
Dalam pernyataannya, Seoul melarang para pembelot menerbangkan pesan anti-Pyongyang, beberapa jam setelah Kim adik mengancam akan membatalkan perjanjian militer.
Kim Yo Jong, sosok berpengaruh sekaligus penasihat Kim Jong Un, memberikan peringatan terkait hubungan Korea Utara dan Korea Selatan yang bisa membeku kapan saja.
Dua Korea kembali mencairkan hubungan setelah Kim kakak bertemu Presiden Korsel, Moon Jae In, sebanyak tiga kali sejak 2018 lalu.
Pemulihan upaya itu terjadi di tengah sikap pembelot Korut, yang menerbangkan balon ke perbatasan dengan pamflet berisi kritikan di dalamnya.
Dilansir AFP, Kamis (4/6/2020), para pembelot itu menyebut rezim Kim melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan ambisinya akan nuklir.
"Pemerintah Korsel akan membayarnya jika mereka terus membiarkan situasi ini sembari menyiapkan berbagai dalih," ancam sang penasihat.
Perempuan yang diyakini berusia 32 tahun itu menyebut para pembangkang sebagai "sampah manusia", yang mengkhianati tanah airnya.
"Sudah waktunya untuk menyeret pemiliknya guna bertanggung jawab," kecam Kim Yo Jong dalam pernyataan yang dirilis oleh KCNA.
Beberapa jam kemudian, Kementerian Unifikasi Korsel melontarkan keterangan mereka berencana melarang selebran yang dianggap sumber ketegangan di perbatasan.
"Segala tindakan yang bisa mengancam nyawa atau harta benda warga perbatasan harus dihentikan," kata juru bicara kementerian, Yoh Sang Key.
Penyebaran pamflet yang mengejek Pyongyang sejak lama menjadi isu yang dibahas oleh dua Korea.
Tapi melarangnya juga dianggap pelanggaran kebebasan berekspresi.
Meski begitu, Kantor Kepresidenan Korsel menyatakan, pamflet itu lebih banyak memberikan dampak yang negatif daripada positif.
Dilaporkan oleh Yonhap, pemerintahan Moon berusaha "menyikapinya secara halus" agar tidak sampai mengancam keamanan nasional.
Dalam ancamannya, Kim adik menyebut bakal membatalkan perjanjian militer yang diteken saat Moon berkunjung ke Pyongyang, dan menutup kantor perwakilan.
Namun, sebagian besar dari perjanjian itu memang sudah tidak dilaksanakan, sejak Korut memutuskan kontak dengan Negeri "Ginseng".
Pemutusan itu terjadi setelah pertemuan kedua Kim dengan Presiden AS Donald Trump di Hanoi, Vietnam, pada Februari 2019 runtuh.
Sementara kegiatan operasional di kantor perwakilan sudah tidak aktif sejak wabah virus corona, dengan Korut menggelar puluhan uji coba senjata sejak perjanjian ditandatangani.
Adik Kim Jong Un itu juga mengancam bakal menutup dua proyek gabungan Korea, yakni Kawasan Industri Kaesong dan pariwisata Gunung Kumgang.
Keduanya merupakan sumber pemasukan bagi Korea Utara, namun dibekukan bertahun-tahun sejak mendapat sanksi karena uji coba senjata.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)
Sebagian artikel telah tayang di Kompas.com dengan judul "Terus Tebar Ancaman ke Korsel, Korut Janji Akan Buat Tetangganya Itu Menderita" dan "Diancam Adik Kim Jong Un, Kim Yo Jong, Ini Sikap Korea Selatan"