News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rusuh di Amerika Serikat

Menolak Perintah Terjunkan Tentara Redam Demo George Floyd, Menhan AS Terancam Dipecat

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Mark Esper (kiri) dan Donald Trump. Menhan AS menolak ide Presiden AS untuk mengerahkan tentara mengatasi demonstrasi di AS.

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON DC - Jabatan Mark Esper sebagai Menteri Pertahanan Amerika Serikat kini sedang terancam.

Melansir Kompas.com, kabarnya Presiden Donald Trump ingin memecatnya karena menolak perintah.

Baca: Fadli Zon Khawatirkan Rencana Aneksasi Israel Picu Perang Terbuka

Diketahui, Mark Esper menolak keinginan Donald Trump untuk menurunkan tentara dalam meredam aksi demonstrasi bela George Floyd.

Kepada Wall Street Journal, sumber Gedung Putih mengungkapkan, sang presiden marah kepada Esper karena tak mendukung usulnya mengerahkan militer.

Aksi protes merebak ke ibu kota Washington dan ratusan kota lain setelah George Floyd, seorang pria Afrika-Amerika, tewas di Minneapolis pada 25 Mei.

Sumber internal itu berujar, Trump berunding dengan penasihatnya untuk memecat Mark Esper, Menhan AS keempat sejak dia menjabat pada 2017.

Namun, si penasihat disebut menentang rencana presiden berusia 73 tahun itu.

Sehingga dia mengurungkan niatnya untuk mendepak Esper.

Si menhan bukannya tidak sadar bosnya murka.

Oleh karena itu, dia juga sudah mempersiapkan surat pengunduran diri, dilansir dari New York Post, Selasa (9/6/2020).

Dia mulai menulis surat untuk meletakkan jabatan, sebelum dibujuk oleh staf ataupun penasihat lain untuk mengurungkan niat.

Pada Rabu (3/6/2020), Esper mengatakan, dia tidak berpikir bahwa mengerahkan tentara di jalanan AS diperlukan untuk meredam demonstrasi.

Sumber itu menuturkan, kalimat pembuka yang disampaikan dalam konferensi pers di Pentagon tersebut disebut menggegerkan Gedung Putih.

"Opsi untuk menggunakan personel aktif harus dipikirkan sebagai hal terakhir. Hanya dalam situasi yang paling mendesak," jelasnya.

Memecat kepala Pentagon bisa memberikan guncangan tak terduga dalam pemerintahan Trump yang saat ini sudah mengalami krisis.

"Hari itu benar-benar buruk. Presiden sempat kehilangan kepercayaan terhadapnya. Untungnya, dia masih mempertahankannya," ujar si sumber.

Dalan pandangan sang Presiden, kerusuhan yang ditimbulkan sudah membuat baik penegak hukum maupun Garda Nasional kewalahan.

Oleh sebab itu, dia pun mengusulkan untuk menerjunkan pasukan aktif di jalan-jalan AS untuk meredam aksi yang juga disertai penjarahan tersebut.

Namun, para penasihatnya, termasuk Chairman Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley, menentang Presiden mengaktifkan UU Pemberontakan 1807.

Esper, seorang lulusan West Point dan pernah menjadi perwira Angkatan Darat, melihat bahwa mengaktifkan UU itu tidak akan berguna.

Saat berancang-ancang memecat Esper, Trump sempat berkonsultasi dengan Kepala Staf Gedung Putih, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, dan Senator Tom Cotton.

Dalam pandangan mereka, mendepak Esper memberikan kerugian ganda bagi Trump.

Baca: Dituntut Hukuman Penjara Seumur Hidup, Zuraida Hanum Pembunuh Hakim Jamaluddin Terus Menangis

Di antaranya, dia tidak mempunyai banyak waktu mencari kandidat ideal untuk mengisi posisi itu.

Kemudian, pemecatan tersebut bisa membuat Pentagon berada dalam keadaan kekosongan pimpinan jelang Pilpres AS pada November mendatang.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Keinginan Pakai Tentara Redam Demo George Floyd Ditolak, Trump Ingin Pecat Menhan AS

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini