Mereka menambahkan, hal itu menunjukkan adanya bukti tidak langsung dari evolusi dan kekuatan pandemi mungkin telah dimodulasi oleh intensitas radiasi matahari UVB dan UVA.
Para peneliti kemudian mengalihkan perhatian mereka ke bagian selatan dunia dan menemukan bahwa pada periode yang sama, di daerah antara 40 dan 60 derajat selatan khatulistiwa, dibutuhkan sekitar empat hingga 35 menit sinar matahari untuk membunuh virus.
Baca: Temuan Ilmuwan Italia, Virus Corona akan Melemah Seiring Waktu
Daerah termasuk Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Chili, Argentina dan Zimbabwe.
Dimana daerah tersebut banyak dari pemerintah yang memberlakukan tindakan penguncian yang kurang ketat, dan tingkat infeksi relatif rendah.
Namun, tidak semua lokasi selatan berjalan dengan baik.
Brasil telah mengalami tingkat infeksi yang tinggi sejak Maret lalu.
Tetapi penelitian itu menunjukkan epidemi berkembang secara efisien di daerah-daerah di mana paparan inaktivasi virus UVA dan UVB lebih lama dari 20 menit.
Oleh karena itu, mereka menambahkan bahwa itu adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan di seluruh dunia.
Termasuk, adanya tanda-tanda yang muncul bahwa tingkat infeksi di wilayah selatan telah meningkat karena tingkat paparan UV menurun karena perubahan musim.
Baca: Studi Ilmuwan Ungkap Penelitian Baru Soal Virus Corona yang Bisa Dibawa Angin Sampai Sejauh 6 Meter
Profesor Cina tidak yakin atas temuan Ilmuan Italia
Profesor Li Ying, seorang astronom di Purple Mountain Observatory di kota Nanjing, Cina timur, mengatakan para ilmuwan menghadapi banyak tantangan dalam membangun hubungan yang kuat antara radiasi matahari dan penyebaran Covid-19.
Banyak elemen cuaca, seperti tetesan air di awan yang menyerap atau membelokkan sinar matahari, dapat memengaruhi pemodelan, katanya
Artinya, tingkat radiasi UV bisa tetap rendah bahkan jika matahari berada tepat di atas suatu wilayah.
"Penyebaran virus dipengaruhi oleh begitu banyak kekuatan," katanya.