Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- "Aneksasi Israel merupakan ancaman bagi masa depan bangsa Palestina," tegas Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi mengawali pernyataan pada Pertemuan Terbuka Dewan Keamanan (DK) PBB yang dilakukan secara virtual mengenai Situasi di Timur Tengah, Rabu (24/6/2020).
Sudah terlalu lama, rakyat Palestina mengalami ketidakadilan, pelanggaran HAM dan situasi kemanusiaan yang buruk.
Menlu menyatakan pilihan ada ditangan masing-masing pemimpin negara. Apakah akan berpihak pada hukum internasional atau menutup mata dan berpihak pada ketidakadilan.
Baca: Pasukan Israel Dikabarkan Tembak Keponakan Pejabat Senior Palestina di Pos Pemeriksaan Tepi Barat
Baca: Bela Palestina, Indonesia Diminta Bersikap Tegas dan Tidak Hanya Berkirim Surat
Baca: KTT Tingkat Menlu OKI Digelar 10 Juni, Bahas Soal Rencana Israel Aneksasi Wilayah Palestina
“Pilihan ada ditangan kita, apakah akan berpihak kepada hukum internasional, atau menutup mata dan berpihak di sisi lain yang memperbolehkan tindakan yang bertentangan dengan hukum internasional?," ujar Retno.
Dalam pertemuan yang dipimpin Perancis selaku Presiden DK PBB bulan Juni 2020 ini, Menlu Retno tegaskan 3 alasan mengapa masyarakat internasional harus menolak rencana aneksasi Israel.
Pertama, rencana aneksasi formal Israel terhadap wilayah Palestina merupakan pelanggaran hukum internasional.
Memperbolehkan aneksasi artinya membuat preseden dimana penguasaan wilayah dengan cara aneksasi adalah perbuatan legal dalam hukum internasional.
“Seluruh pihak harus menolak secara tegas di seluruh forum internasional baik melalui pernyataan maupun tindakan nyata bahwa aneksasi adalah illegal" ujar Menlu RI.
Kedua, rencana aneksasi formal Israel ini merupakan ujian bagi kredibilitas dan legitimasi Dewan Keamanan PBB di mata dunia internasional.
Menurutnya DK PBB harus cepat mengambil langkah cepat yang sejalan dengan Piagam PBB.
“Siapapun yang mengancam terhadap perdamaian dan keamanan internasional harus diminta pertanggungjawabannya dihadapan Dewan Keamanan PBB. Tidak boleh ada standar ganda" sebut Retno.
Ketiga, aneksasi akan merusak seluruh prospek perdamaian. Aneksasi juga akan menciptakan instabilitas di Kawasan dan dunia.
Untuk itu, terdapat urgensi adanya proses perdamaian yang kredibel dimana seluruh pihak berdiri sejajar.
“Ini waktu yang tepat untuk memulai proses perdamaian dalam kerangka multilateral berdasarkan parameter internasional yang disepakati," lanjut Retno
Menlu Retno juga menekankan pentingnya dunia mengatasi situasi kemanusiaan di Palestina termasuk pengungsi Palestina.
“Pandemi semakin memperparah penderitaan saudara kita di Palestina sehingga dukungan untuk lembaga-lembaga kemanusiaan internasional, khususnya UNRWA sangat penting" jelas Menlu RI.
Retno berujar Ketidakadilan terjadi bukan karena absennya keadilan itu sendiri.
"Ketidakadilan terjadi karena kita membiarkan hal itu terjadi. Ini waktunya kita hentikan ketidakadilan tersebut" tutup Retno.
Bersama Tunisia dan Afrika Selatan, Indonesia memprakarsai penyelenggaraan pertemuan DK ini di tingkat Menteri, guna membahas rencana aneksasi Israel.
Pertemuan dihadiri Sekretaris Jenderal PBB, Sekretaris Jenderal Liga Arab, UN Special Coordinator for the Middle East Peace Process, Menteri Luar Negeri Palestina, dan Menteri Luar Negeri dari beberapa negara anggota DK PBB.