Hal senada diutarakan Rima dari Yayasan Geutanyoe.
"Ini peringatan bagi Australia agar menekan Myanmar dan pemerintah negara-negara Asia Tenggara untuk berbuat sesuatu," katanya.
"Setidaknya untuk menghormati hak asasi manusia para pengungsi ini," ujar Rima.
Perwakilan badan pengungsi PBB, Anne Maymann memuji langkah pemerintah setempat di Aceh yang mengizinkan para pengungsi untuk berlabuh.
"Indonesia telah beberapa kali menjadi negara yang memberi contoh kepada negara lain di kawasan ini," katanya.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid secara terpisah menyatakan, warga Aceh telah menunjukkan aspek terbaik kemanusiaan.
"Mendaratnya para pengungsi Rohingya ini jadi momen optimisme dan solidaritas. Semua ini berkat keinginan kuat dari masyarakat Aceh yang berani ambil risiko, sehingga anak-anak, perempuan dan laki-laki ini dapat dibawa ke pantai," katanya.
Pada bulan Mei 2015, nelayan Aceh juga memberikan pertolongan saat sekitar 1.000 pengungsi Rohingya tiba di provinsi tersebut.
Warga Rohingya yang sebagian besar Muslim kini hidup tanpa kewarganegaraan, setelah melarikan diri dari penganiayaan brutal di Myanmar selama beberapa dekade.
ASEAN harus terima pengungsi Rohingya
Koalisi LSM di Indonesi telah mendesak negara-negara anggota ASEAN agar lebih serius menekan Myanmar untuk menghentikan "kejahatan kemanusiaan yang terus berlangsung di negara itu".
"Negara-negara anggota ASEAN harus menerima para pengungsi Rphingya dan bukannya menolak sehingga mereka menjadi terombang-ambing di tengah laut," kata koalisi tersebut.
Namun dalam Pertemuan ke-36 ASEAN yang digelar secara online pekan lalu, masalah pengungsi Rohingya tidak menjadi pembahasan utama karena negara-negara ini fokus pada pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
PM Malaysia, Muhyiddin Yassin dalam kesempatan itu menyatakan, "kami tak bisa lagi menampung pengungsi tambahan karena sumberdaya dan kemampuan kami sudah terkuras oleh pandemi COVID-19".