TRIBUNNEWS.COM, BERLIN - Prancis dan Jerman ingin mengurangi ketergantungan teknologi mereka pada AS, sekutu NATO.
Mereka akan menggantungkan produk mereka sendiri dalam hal pembuatan peralatan militer. Kabar ini diwartakan surat kabar Jerman, Welt am Sonntag, dikutip Russia Today, Minggu (2/8/2020).
Produsen militer di Jerman dan Prancis dilaporkan berusaha menghapus teknologi AS dalam pembangunan helikopter.
Mereka juga membuat senapan serbu baru untuk Angkatan Bersenjata Jerman (Bundeswehr), serta jet tempur baru yang dikembangkan di bawah program Future Combat Air System (FCAS).
Perlindungan data sensitif adalah salah satu alasan di balik dorongan untuk mendapatkan lebih banyak kemandirian dari AS dalam produksi militer.
Lebih jauh lagi, perusahaan-perusahaan tersebut khawatir Washington mempertahankan kendali atas peralatan apa pun yang menggunakan teknologinya di bawah aturan Lalu Lintas Internasional Regulasi Senjata (ITAR).
Menggunakan aturan itu, AS dapat memblokir ekspor senjata.
Baca: Jerman Tolak Usulan Trump untuk Masukkan Kembali Rusia ke G-7
"Tanpa ITAR dan sistem peraturan AS lainnya, Eropa mendapat lebih banyak kebebasan dalam siapa yang akan memasok produk militer," kata Florent Chauvancy, Direktur Penjualan Mesin Helikopter Safran, pabrikan Prancis.
Satu di antara keuntungan yang diperoleh, produk 100 persen buatan Eropa ini datanya tetap berada di Eropa, dan tidak jatuh ke tangan negara-negara non-Eropa.
Menurut laporan itu, Safran ingin bermitra dengan pabrikan Jerman ZF Friedrichshafen untuk mengembangkan mesin penggerak baru yang dapat dipasang di drone besar militer.
Namun, saat ini, tidak jelas apakah tawaran militer Eropa untuk sepenuhnya menghindari teknologi AS adalah realistis.
Berita itu muncul tak lama setelah AS mengumumkan penarikan sekitar 12.000 tentara AS dari Jerman. Belasan ribu prajurit itu dipindahkan ke pangkalan baru di Belgia dan Polandia.
Presiden AS Donald Trump berulang kali menuduh Eropa, dan Berlin (Jerman) khususnya, gagal memberi kontribusi biaya pertahanan NATO.
Pada saat yang sama, Presiden Trump mengatakan dia tidak ingin "melindungi" Jerman, yang membayar "miliaran dolar" untuk impor energi dari Rusia.