TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Militer Israel yang dilengkapi berbagai senjata canggih melancarkan operasi daratnya ke Lebanon, lebih dari sebulan yang lalu.
IDF bahkan dalam invasi ini telah mengerahkan lima divisi militernya yang dilengkapi dengan lebih dari 50.000 tentara.
Namun, hingga kini, upaya tersebut gagal menciptakan kemajuan yang signifikan di wilayah Lebanon.
Perlawanan yang gigih dari kelompok Hizbullah terus menggagalkan setiap serangan, mengakibatkan Israel tidak mampu merebut satu desa pun.
Pertempuran Aita al-Shaab
Aita al-Shaab, sebuah desa di Lebanon, telah menjadi simbol perlawanan, tetap teguh meskipun menghadapi ratusan serangan udara dan artileri.
Di sini, Hizbullah berhasil memukul mundur upaya Israel yang berulang kali untuk menembus pertahanan mereka.
Ketika pasukan pendudukan gagal maju di sepanjang poros ini, mereka mengalihkan serangan mereka ke Khiam, dengan harapan akan adanya terobosan dari arah baru.
Sebuah upaya penangkapan Aita al-Shaab dianggap sebagai tujuan moral dan strategis bagi Israel, mengingat reputasinya dari perang tahun 2006.
"Desa ini adalah jantung perlawanan kami. Setiap serangan hanya menguatkan tekad kami untuk bertahan," ungkap seorang pejuang Hizbullah yang terlibat langsung dalam pertahanan desa.
Aita memiliki nilai simbolis yang dalam bagi tentara Israel – perebutannya dipandang sebagai tujuan moral sekaligus strategis, karena reputasinya dari perang tahun 2006.
Dalam pertempuran tahun 2006, IDF berusaha merangsek masuk dan menguasai desa tersebut.
Pertempuran dimulai dengan serangan lintas batas Hizbullah tahun 2006.
Setelah serangan Israel yang gagal segera setelah serangan lintas batas, kota itu menjadi sasaran pemboman udara dan artileri yang intens selama dua setengah minggu.