TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT - Korban tewas dalam ledakan besar yang mengguncang Beirut, Lebanon terus bertambah.
Mengutip CNN (5/8/2020) korban tewas telah mencapai 73 orang, seperti dilaporkan Menteri Kesehatan Hamad Hassan.
Hassan juga mengatakan, bahwa ribuan orang terluka dalam insiden ledakan yang terjadi Selasa (4/8/2020) petang waktu setempat itu.
Baca: Beirut Diguncang 2 Ledakan, 73 Orang Tewas
Sementara Presiden Libanon, Michel Aoun, mengatakan ledakan besar yang terjadi di Ibu Kota Beirut pada Selasa (4/8/2020) petang berasal dari sebuah gudang yang menyimpan 2.750 ton amonium nitrat.
Aoun mengatakan ribuan ton amonium nitrat itu dilaporkan tersimpan secara tidak aman di sebuah gudang dekat pelabuhan Beirut selama kurang lebih enam tahun.
Namun ia menganggap penyimpanan amonium nitrat dalam gudang tersebut "tidak dapat diterima" dan tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Baca: Bos Human Rights Watch Sempat Tuding Hizbullah Terlibat Ledakan di Beirut tapi Langsung Menghapusnya
"Karena tidak dapat diterima bahwa pengiriman 'amonium nitrat' diperkirakan 2.750 ton selama 6 tahun di sebuah gudang tanpa mengambil tindakan pencegahan, yang membahayakan keselamatan warga negara," ujar dia.
Amonium nitrat
Amonium nitrat biasa digunakan secara luas dalam pupuk dan bahan peledak.
Baca: Ledakan Dahsyat di Beirut Terasa Hingga ke Siprus
Dari situs web kesehatan dan keselamatan kerja pemerintah negara bagian Australia menjelaskan mengapa zat tersebut sangat eksplosif.
"Amonium nitrat tidak terbakar. Namun, itu akan mendukung dan meningkatkan laju pembakaran di hadapan bahan yang mudah terbakar atau mudah terbakar bahkan tanpa adanya oksigen.
Ketika dipanaskan akan meleleh, terurai dan melepaskan gas beracun termasuk nitrogen oksida (NO x ) dan gas amonia (NH 3 ).
Ketika dipanaskan secara berlebihan (misalnya dalam kebakaran) dapat menyebabkan ledakan di ruang tertutup dan wadah atau bejana yang tertutup dapat pecah dengan hebat."
Ledakan mengerikan