Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT-- Amerika Serikat (AS) menyatakan komitmennya akan memberikan bantuan keuangan untuk pemulihan kondisi di Beirut pascaledakan dahsyat, Selasa (4/8/2020).
Namun Wakil Menteri Luar Negeri untuk urusan politik David Hale mengatakan, bantuan itu sangat tergantung pada reformasi politik atau institusional serta bebas dari korupsi di pemerintahan Lebanon.
"Ketika kita melihat para pemimpin Lebanon berkomitmen untuk perubahan yang nyata, perubahan dalam kata dan perbuatan, Amerika dan mitra internasional akan merespon reformasi sistemik dengan dukungan keuangan berkelanjutan," kata David Hale pada akhir kunjungan tiga hari ke Beirut setelah ledakan di awal bulan ini, seperti dilansir Reuters, Minggu (16/8/2020).
Baca: FBI Ikut Selidiki Ledakan di Pelabuhan Beirut
Hale juga mengatakan Amerika Serikat sudah siap untuk menggelontorkan dana tambahan hingga 30 juta dolar AS untuk memungkinkan gandum masuk melalui pelabuhan Beirut.
Sebelum ini ia juga mengatakan Biro Penyelidik Federal (FBI) akan bergabung dalam penyelidikan ledakan Beirut yang menewaskan setidaknya 172 orang.
"FBI akan segera bergabung dengan penyidik Lebanon dan internasional atas undangan Lebanon untuk membantu menjawab pertanyaan tentang penyenan ledakan ini," kata Hale.
Baca: Muncul Temuan Baru Penyebab Ledakan di Beirut, Bukan Karena Amonium Nitrat Tapi Misil Militer
Hale juga mengatakan Lebanon membutuhkan "reformasi ekonomi dan fiskal, mengakhiri pemerintahan yang disfungsional dan janji-janji kosong."
Ledakan di pelabuhan Beirut melukai 6.000 orang dan memaksa sekitar 300.000 orang tanpa rumah.
Hingga kini masih terdapat 30-40 orang hilang dalam ledakan itu.
Pihak berwenang telah menyebutkan ledakan 4 Agustus lalu itu terjadi akibat tumpukan besar amonium nitrat yang disimpan selama bertahun-tahun di pelabuhan tanpa tindakan keamanan.
Baca: POPULER Internasional: Kantor Jimmy Lai Digeruduk Polisi | Teori Penyebab Ledakan di Beirut
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan penyelidikan akan melihat apakah penyebab ledakan karena kelalaian, kecelakaan atau kemungkinan "campur tangan eksternal".
Aoun telah meminta Perancis untuk memberikan foto satelit untuk membantu penyelidikan.
Sebuah kapal angkatan laut Inggris juga dikerahkan ke Beirut untuk melakukan penelitian di lokasi kejadian.
Menlu Jerman: Pemerintah Lebanon harus Perangi Korupsi
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan Lebanon membutuhkan pemerintah yang mampu memerangi korupsi dan melakukan reformasi.
Hal ini disampaikannya saat mengunjungi pelabuhan Beirut, seperti dilansir Reuters, Kamis (13/8/2020).
Ledakan pada pekan lalu terjadi di pelabuhan Beirut dan menewaskan sedikitnya 172 orang, melukai beberapa 6.000, dan mengakibatkan sekitar 300.000 orang tak memiliki tempat tinggal.
"Tidak mungkin segala sesuatunya berjalan seperti sebelumnya," ujar Heiko Maas.
"Komunitas internasional siap berinvestasi tetapi membutuhkan sekuritas untuk investasi ini. Penting untuk memiliki pemerintah yang memerangi korupsi," jelasnya.
"Banyak negara di Eropa memiliki banyak minat untuk membantu negara ini. Mereka ingin memastikan ada reformasi ekonomi dan pemerintahan yang baik," ucapnya.
Pengunduran diri pemerintahan Perdana Menteri Hassan Diab telah memperdalam ketidakpastian di Lebanon.
Pembentukan pemerintahan baru bisa menakutkan di tengah perpecahan dan meningkatnya ketidakpuasan masyarakat dengan kelas penguasa.
Menteri Luar Negeri Rusia dan Arab Saudi sepakat pada hari Rabu tentang pentingnya menciptakan "kondisi eksternal bermanfaat" untuk pembentukan pemerintah baru Lebanon.
Ledakan dari 2.000 ton amonium nitrat pada Selasa (4/8/2020), telah menewaskan 172 orang dan melukai lebih dari 6.000 orang.
Hal ini memicu gelombang kemarah warga dan menyerukan ganti pemerintahan.
16 Orang Ditahan
Ototitas Lebanon telah menangkap 16 orang terkait ledakan besar di gudang pelabuhan Beirut pada Selasa (4/8/2020).
Demikian kantor berita negara National News Agency (NNA) mengutip keterangan hakim Fadi Akiki, perwakilan pemerintah di pengadilan militer, seperti dilansir Reuters, Jumat (7/8/2020).
Sumber peradilan dan media lokal mengatakan Manajer Umum Pelabuhan di antara mereka yang ditahan.
Fadi Akiki mengatakan sejauh ini lebih dari 18 orang mulai dari pejabat pelabuhan, Bea Cukai dan pihak terkait yang terlibat dalam pekerjaan pemeliharaan di gudang.
"Enam belas orang telah ditahan sebagai bagian dari penyelidikan," ujar Akiki.
Dia mengatakan penyelidikan masih terus berlanjut.
Sebuah sumber yudisial dan dua penyiar lokal mengatakan Manager Umum Hassan Koraytem di antara mereka yang ditahan.
Sebelumnya, bank sentral mengatakan telah membekukan rekening tujuh orang termasuk Koraytem.
Total Kerugian Mencapai Rp216 Triliun
Gubernur Beirut Marwan Abboud memperkirakan kerugian akibat ledakan Selasa (4/8/2020) mencapai 10 hingga 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp144 triliun-Rp216 triliun.
Jumlah ini termasuk kerugian langsung dan tidak langsung yang berkaitan dengan bisnis.
Demikian disampaikam Gubernur Beirut kepada Al Hadath TV pada Rabu (5/8/2020) waktu setempat, seperti dilansir Reuters, Kamis (6/8/2020).
Gubernur juga mengatakan kepada Al Hadath TV bahwa jumlah gandum yang tersedia saat ini terbatas.
Bahkan ia berpikir, krisis akan terjadi, jika tanpa campur tangan internasional.
Hingga Rabu (5/8/2020) malam, jumlah korban tewas mencapai 135 orang, sekitar 5.000 lainnya terluka dan puluhan lainnya masih hilang.
Pemerintah Lebanon telah meminta dukungan bantuan dari komunitas internasional.
Ledakan di pelabuhan Beirut itu juga mengakibatkan 250 ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan, 2.750 ton amonium nitrat yang digunakan dalam pupuk dan bom, telah disimpan di gudang tersebut selama enam tahun tanpa langkah-langkah keamanan.
Dia juga mengutuk kurangnya langkah keamanan itu.
Dalam pidato Nasionalnya, ia menegaskan, pemerintah "bertekad untuk menyelidiki dan mengekspos apa yang terjadi sesungguhnya sesegera mungkin.
Aoun berjanji, penyelidikan dan hasilnya akan terungkap secara transparan.
Demikian ia menegaskan dalam pertemuan darurat menteri kabinet pada Rabu (5/8/2020),
Dia juga memohon kepada negara lain untuk mempercepat bantuan ke Lebanon, yang sudah bergulat dengan krisis ekonomi.
Aoun tegaskan, mereka yang bertanggung jawab akan berhadapan dengan hukum.
"Mereka yang bertanggung jawab akan diberi hukuman paling berat," tulis Aoun dalam akun Twitter kepresidenan.
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan keadaan darurat selama dua pekan harus diumumkan atas insiden ledakan besar yang hingga saat ini masih diselidiki asal-muasalnya.
Status darurat ini dirasa tepat menyusul besarnya dampak yang dirasakan di sepenjuru Beirut, bahkan hingga area pinggiran ibu kota ini. (Reuters/AFP/Al Jazeera/BBC/CNN/AFP/Channel News Asia/NYTimes)