News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Emirat Arab Tegaskan Hubungan Diplomatik dengan Israel Tidak untuk Hadapi Iran

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Israel dan UEA sepakat menormalisasi hubungan diplomatik. Negara Yahudi tersebut setuju untuk menghentikan pencaplokan lebih lanjut atas wilayah Palestina.

TRIBUNNEWS.COM, ABU DHABI - Uni Emirat Arab menegaskan, keputusan menormalisasi hubungan dengan Israel adalah "keputusan berdaulat" yang tidak ditujukan kepada Iran.

Penegasan disampaikan Menteri Luar Negeri UEA, Anwar Gargash, Senin (17/8/2020). Israel dan UEA mengumumkan mereka membangun hubungan diplomatik penuh dalam kesepakatan yang ditengahi AS.

Untuk kesepakatan itu, Israel menunda rencana aneksasi tanah di Tepi Barat, yang sudah diduduki secara ilegal. Proyek aneksasi itu disusun Benyamin Netanyahu, dan didukung Washington.

"Perjanjian perdamaian UEA-Israel adalah keputusan berdaulat yang tidak ditujukan pada Iran. Kami mengatakan ini dan mengulanginya. Kami tidak menerima campur tangan dalam keputusan kami," kata Gargash.

Pada Minggu, UEA memanggil kuasa usaha Iran di Abu Dhabi, dan memberinya "memo dengan kata-kata yang kuat" sebagai tanggapan atas pidato Presiden Iran Hassan Rouhani.

Pidato Rouhani oleh Kemenlu UEA digambarkan sebagai "tidak dapat diterima".

Sehari sebelumnya, Rouhani menuduh UEA membuat "kesalahan besar" dalam mencapai kesepakatan untuk menormalkan hubungan dengan Israel.

Ia menyebutnya sebagai pengkhianatan negara Teluk. Kesepakatan yang disponsori AS telah dilihat sebagai penguatan oposisi terhadap kekuatan regional Iran.

Oleh negara-negara Teluk, Israel dan Washington, Iran dipandang sebagai ancaman utama di Timur Tengah.

Sekretaris Jenderal Dewan Kerjasama Teluk mengutuk ancaman Rouhani, dan pejabat Iran lainnya terhadap UEA atas kesepakatan tersebut.

Minggunya, Menteri Intelijen Israel, Eli Cohen, mengatakan kepada Radio Angkatan Darat, Bahrain dan Oman bisa menjadi negara Teluk berikutnya yang mengikuti jejak UEA.

Israel menandatangani perjanjian damai dengan Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994. Tetapi UEA, bersama dengan sebagian besar negara Arab lainnya, tidak memiliki hubungan diplomatik atau ekonomi formal dengannya.

Oman mempertahankan hubungan persahabatan dengan AS dan Iran dan sebelumnya telah menjadi perantara bagi kedua negara yang bertikai.

Bahrain menjadi tuan rumah seorang pejabat senior Israel pada konferensi keamanan pada 2019 serta konferensi yang dipimpin AS tentang Palestina sebagai bagian rencana Trump.

Sumber pemerintah di Kuwait mengatakan posisinya terhadap Israel tidak berubah, dan akan menjadi negara terakhir yang menormalkan hubungan. Demikian disitir surat kabar lokal al-Qabas.

Imad K Harb, Direktur Pusat Riset dan Analisis Arab di Washington DC, lewat ulasannya di Aljazeera.com mengatakan, normalisasi hubungan UEA-Israel akan sia-sia.

Penundaan aneksasi Tepi Barat menurut klaim Israel sebagai konsekuensi hubungan UEA-Israel, tidak pernah terjadi.

Realitanya, Israel sudah mencaplok 30 persen wilayah Tepi Barat (Palestina) itu dan dihuni sekitar 600.000 pemukim baru, secara ilegal.

Proses politik hubungan UEA-Israel sudah berlangsung lama. Dalam beberapa tahun terakhir, tulis Imad K Harb, Emirat telah menjadi tuan rumah bagi para menteri dan atlet Israel.

Mereka berpartisipasi dalam konferensi keamanan maritim bersama para pejabat Israel, mendukung perjanjian kerja sama teknologi antara perusahaan Emirat dan Israel, dan bahkan mengundang Israel ke Dubai Expo.

Sebaliknya, UEA menggunakan keputusan Israel menunda rencana pencaplokannya untuk membenarkan langkahnya dan melindungi diri dari tuduhan mereka mengkhianati Palestina.

Secara teoritis, Netanyahu bisa mengingkari komitmen itu. Karenanya dalam pernyataannya, Netanyahu menyatakan, opsi aneksasi Tepi Barat tetap ada di mejanya.

Netanyahu secara politik membutuhkan dukungan pemukim Israel untuk tetap berkuasa, dan mereka ingin pendudukan Tepi Barat terus berlanjut.

Apalagi tokoh-tokoh Gedung Putih memiliki cita-cita sama. Orang di sekeliling Trump percaya pada interpretasi literal dari kitab suci yang memberi Israel hak mengontrol daerah itu selamanya.

Secara domestik, kata Imad K Harb, Trump berusaha memetik keuntungan atas kesepakatan UEA-Israel untuk mengubah nasib politiknya.

Pengumuman Oval Office memberi pesan jelas, Trump ingin mendapatkan dukungan dari sektor pemilih Amerika yang pro-Israel dalam pemilihan presiden mendatang.

Meski begitu, menurut Imad, dukungan tambahan seperti ini tidak akan banyak menolong mengingat kegagalannya yang signifikan di front domestik.(Tribunnews.com/Aljazeera.com/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini