Laporan Forbes Jumat pecan lalu secara provokatif meminta pembaca membayangkan menjadi satu di antara 200 marinir Taiwan yang menghadapi invasi China.
Dalam skenario apokaliptik Forbes, pasukan Taiwan yang kalah jumlah harus bertarung sampai orang terakhir, seolah-olah memberi waktu pasukan AS tiba dan menangkis serangan China.
Namun, tidak hanya tidak jelas PLA sedang melatih invasi ke Pratas, yang merupakan atol berbentuk tapal kuda seluas 590 hektare, bahkan kurang jelas apakah Beijing benar-benar tertarik mencaplok pulau itu.
Baca: Xi Jinping Ingin Jadikan Militer China Pasukan Nomor Satu Dunia
Baca: Militer China Pamer Pesawat Tempur Siluman yang Sangat Canggih, Siap Diproduksi Massal
Sebaliknya, latihan tersebut lebih mungkin merupakan upaya untuk membawa Korps Marinir PLA memiliki kemampuan cepat hingga sepadan dengan unit laut di negara lain.
Pada 2018, laporan tahunan Pentagon kepada Kongres tentang militer China mencatat Beijing berencana meningkatkan lebih dari tiga kali lipat ukuran korps marinirnya dari dua brigade menjadi tujuh hanya dalam waktu tiga tahun.
Kekuatannya akan melonjak lebih dari 30.000 tentara. Namun, kekuatan ini masih jauh dari Korps Marinir AS, yang memiliki sekitar 186.000 prajurit.
Latihan amfibi di Hainan dilakukan di tengah kehadiran militer AS yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah tersebut.
Sputniknews melaporkan sebuah lembaga pemikir China mencatat 67 penerbangan intelijen AS melalui Laut China Selatan pada Juli saja.
Penasihat Negara China dan Menteri Luar Negeri Wang Yi mengatakan kepada Kantor Berita Xinhua dalam wawancara 5 Agustus, pada paruh pertama tahun ini saja , AS mengirim pesawat militer ke sana lebih dari 2.000 kali.
Kapal induk AS juga muncul dan menggelar latihan selama berminggu-minggu di Laut China Selatan. Kapal induk USS Ronald Reagan terlihat di Laut China Timur.
Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, Alex Azar juga terbang ke Taiwan Minggu lalu. Ia menjadi pejabat tertinggi AS yang dating ke pulau itu sejak AS memutuskan hubungan formal pada 1979.
Itu menjadikannya perjalanan yang sangat provokatif. Sebab AS mengakui Republik Rakyat. Tiongkok sebagai satu-satunya perwakilan sah rakyat Tiongkok.
Sebaliknya Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi pemberontak. Taiwan secara berani juga menantang China lewat cara mengusir beberapa pesawat China yang melintasi garis median di Selat Taiwan.
Meskipun bagian timur selat tersebut secara teknis tidak dimiliki Taiwan, Taipei tetap menganggapnya sebagai wilayah udaranya.(Tribunnews.com/Sputniknews.com/xna)