TRIBUNNEWS.COM, STEPANAKERT – Pemimpin Nagorno Karabakh, Arayik Harutyunyan, dilaporkan dalam keadaan hidup dan sehat. Kabar itu disampaikan juru bicaranya kepada media Sputniknews.com, Minggu (4/10/2020).
Pernyataan ini membantah klaim Azerbaijan yang menyatakan pemimpin wilayah yang memerdekakan diri dari Baku itu terluka berat akibat serangan presisi militer Azeri.
Klaim ini disampaikan Hikmet Hajiyev, staf Presiden Azerbaijan. Menurut Hajiyev, Harutyunyan terluka parah akibat serangan yang tepat oleh tentara Azeri.
Dia mengancam nasib serupa akan menimpa separatis lainnya. "Ini benar-benar disinformasi. Presiden masih hidup dan sehat,” balas Vahram Poghosyan, juru bicara Harutyunyan.
“Kami memahami keputusan yang masuk akal dari Presiden menyebabkan kepanikan di Azerbaijan, tetapi kami harus mengecewakan mereka," imbuhnya.
Perang di Nagorno-Karabakh belum menunjukkan tanda-tanda reda. Silih serang dilakukan pasukan Armenia yang melindungi Nagorno-Karabakh, dan Azerbaijan yang didukung Turki.
Di lapangan, pasukan Nagorno-Karabakh bersumpah akan memberikan balasan mematikan. Mereka menasihati warga sipil Azerbaijan untuk meninggalkan kota-kota besar yang menampung fasilitas militer karena mereka akan menjadi sasaran dalam serangan balasan.
Baca: Presiden Azerbaijan kepada Armenia: Tinggalkan Wilayah Kami dan Perang akan Berhenti
Baca: Campur Tangan Militer Turki dan Nasib Armenia di Kantong Azerbaijan
Pejabat Azerbaijan membantah adanya kerugian materi di militer, tetapi mengonfirmasi Ganja terkena tembakan roket yang hebat, dan menuduh pasukan Armenia menembakkan rudal ke daerah permukiman padat.
Hikmet Hajiyev, penasihat presiden Azerbaijan, mengatakan setidaknya empat rudal menghantam kota itu, mengunggah video yang menunjukkan dampak yang menghancurkan dari serangan itu.
"Azerbaijan akan menghancurkan sasaran militer baik di dalam Armenia maupun di wilayah pendudukan, dari mana penembakan di wilayah penduduk kami terjadi," kata Hajiyev.
Para pejabat melaporkan seorang warga sipil tewas dan 32 lainnya luka-luka di kota itu. Baku menuduh Armenia melancarkan serangan dari dalam wilayahnya, memperluas zona perang.
Kantor Kejaksaan Azerbaijan mengatakan kepada Sputnik, Minggu, 24 warga sipil telah tewas dan 111 lainnya terluka akibat bentrokan di garis kontak di republik yang memisahkan Nagorno-Karabakh.
"Dari 27 September hingga 4 Oktober 15:30 (11:30 GMT), sebagai akibat dari pelanggaran gencatan senjata oleh Armenia, 24 orang tewas dan 111 lainnya luka-luka. Kerusakan itu menimpa 49 objek sipil, 248 orang rumah, "tulis kantor tersebut lewat siaran pers.
Roket Armenia Hujani Kota Ganja
Selain itu, satu orang tewas dan 32 lainnya terluka selama penembakan roket ke kota Ganja di Azerbaijan oleh angkatan bersenjata Armenia.
"Hari ini, pada 4 Oktober 2020 .., kota Ganja, kota terbesar kedua di Republik Azerbaijan, dengan populasi lebih dari 500.000, menjadi sasaran tembakan roket,” kata Kamran Aliyev, jaksa Azerbaijan.
“Kerusakan signifikan telah menimpa infrastruktur kota, bangunan tempat tinggal," lanjut Kamran Aliyev. Baku menuduh Armenia melakukan pelanggaran hokum perang internasional.
Di Stepanakert, ibu kota Nagorno-Karabakh, dua ledakan keras didengar dan dirasakan penduduk. Sirine tanda bahaya meraung-raung. Warga segera berlarian berlindung di ruang bawah tanah.
Perkembgangan lain, penyelesaikan masalah secara diplomatic terus diupayakan berbagai pihak. Namun Turki yang jadi pelindung Azerbaijan mendorong peperangan dilanjutkan.
Konstantin Kosachev, Kepala Komite Urusan Luar Negeri Majelis Tinggi Rusia, mengatakan pengiriman penjaga perdamaian ke zona konflik Nagorno-Karabakh harus dibahas dalam kerangka Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) ) Minsk Group.
Semua pihak berkonflik harus dilibatkan. "Penjaga perdamaian hanya efektif jika semua pihak dalam konflik tertarik dengan kehadiran mereka. Ini adalah hal pertama. Kami membutuhkan keinginan yang diungkapkan dengan jelas dari semua pihak," kata Kosachev.
Kedua, katanya, penjaga perdamaian tidak boleh hanya mewakili satu negara. "Oleh karena itu, mandat semacam itu perlu dibahas dalam kerangka Minsk Group, dan jika perlu, seluruh OSCE," Kosachev menyimpulkan.
Permusuhan yang intens telah berkecamuk antara pasukan Armenia dan Azerbaijan selama seminggu, menandai salah satu eskalasi terburuk dari perselisihan selama puluhan tahun atas Nagorno-Karabakh.
Ini wilayah kantong besar berpenduduk Armenia di Azerbaijan. Pertempuran pecah pada 27 September, ketika Baku dan Yerevan saling menuduh melakukan serangan lintas perbatasan.
Kedua belah pihak mengumumkan darurat militer dan panggilan wajib militer, mengerahkan persenjataan berat ke garis depan.
Pemerintah Armenia menuduh Turki kini mengendalikan operasi militer Azerbaijan. Turki juga mendatangkan petempur sipil Suriah. Dua tuduhan yang dibantah Ankara.(Tribunnews.com/Sputniknews/Aljazeera/RussiaToday/xna)