TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan orang-orang berpaham radikal Islam di Prancis tidak akan tidur nyenyak.
Pernyataan keras Macron itu disampaikan dalam pertemuan Dewan Pertahanan Prancis, Senin (19/10/2020) pagi WIB, atau Minggu malam waktu Paris.
Pertemuan digelar sebagai reaksi atas pembunuhan atas guru sejarah di pinggiran kota Paris. Guru bernama Samuel Paty (47) dipenggal lehernya di sekolah.
Pelakunya pemuda berusia 18 tahun, Abdullakh Ansorov. Ia lahir di Moskow, berdarah Chechnya, dan setelah kanak-kanak dibesarkan di Prancis.
Baca juga: Tunjukkan Karikatur Nabi Muhammad ke Kelas, Guru di Paris Dipenggal, Pelaku Ditembak Mati
Laporan diwartakan saluran BFMTV, dikutip Sputniknews.com, Senin (19/10/2020). "Para Islamis tidak akan tidur nyenyak di Prancis. Ketakutan akan berpindah," kata Macron.
Menurut BFMTV, pemeriksaan akan dilakukan terhadap penulis 80 postingan di media sosial yang terbaca menyatakan dukungan untuk pelaku pembunuhan ini.
Samuel Paty dibunuh di suatu lokasi diluar sekolah di Conflans St Honorine, pinggiran Paris, Jumat malam, 16 Oktober 2020.
Pembunuhnya dikepung polisi hanya sekitar 600 meter dari lokasi pembunuhan. Ia melawan dan ditembak mati di tempat kejadian.
Ribuan orang berdemonstrasi di Prancis sebagai wujud solidaritas atas meninggalnya guru sejarah itu. Pada Sabtu, ratusan orang meletakkan mawar putih di depan sekolah tempat ia mengajar.
Samuel Paty dibunuh setelah ia di kelas sejarah menunjukkan karikatur nabi Muhammad bersumber majalah Charlie Hebdo, kepada murid-muridnya di sebuah sekolah di barat laut Paris.
Menurut postingan di akun media sosial yang sekarang sudah dihapus, yang diduga milik penyerang, serangan itu sebagai pembalasan atas apa yang disebutnya penghinaan terhadap Islam.
Kartun yang ditunjukkan Paty di kelas juga memicu gelombang kemarahan di antara beberapa orang tua Muslim, dengan salah satu dari mereka bahkan meluncurkan kampanye online untuk menuntut agar guru tersebut dipecat.
Keluhan tersebut diperkuat oleh masjid setempat, yang membagikan video tersebut kepada 60 ribu pengikutnya di Facebook.
Saat ini, 11 orang, termasuk empat anggota keluarga penyerang, telah ditahan sebagai bagian dari penyelidikan yang sedang berlangsung.
Juru bicara Kedutaan Besar Rusia di Paris, Sergey Parinov, mengatakan kepada Sputnik, tersangka telah tinggal di Prancis bersama keluarganya sejak 2008.