Samuel Paty, seorang guru sejarah di Prancis, tewas dipenggal pemuda berdarah Chechnya. Aksi ini menyodorkan fakta betapa paham radikal begitu dalam menyusupi bangsa Prancis. Omar Nasiri lewat bukunya “Inside The Jihad: A Spy’s Story”, menguak bagaimana kaum radikalis bekerja di Eropa. Banyak hal bisa dicegah, termasuk serangan maut 9/11 ke New York, jika saja Nasiri tak diremehkan.
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Omar Nasiri menyesap anggur Turki di Jembatan Galata yang menghadap Golden Horn. Selat Bosphorus yang memisahkan daratan Eropa dan Asia tampak tenang.
Sore itu sangat cerah di musim panas yang indah. Turis-turis dari bermacam negara lalulalang. Para pemancing menghabiskan hari. Siluet mereka tertangkap cahaya matahari.
Seminggu sudah Nasiri meninggalkan Pakistan yang berbahaya. Ia menelepon Gilles, tapi gagal. Pesannya juga tidak sampai.
Nasiri muncul di kantor Konsulat Prancis di Istanbul. Seorang staf memperhatikan dirinya. Ia tampak terkejut. Nasiri tersenyum kecil. Anak itu tahu siapa dirinya.
Baca juga: Omar Nasiri, Mata-mata Itu Hidup di Tengah-tengah Radikalis Aljazair di Brussel (1)
Baca juga: Omar Nasiri Mendengar Rekaman Dramatis Detik-detik Serbuan Pembajak Pesawat Air France 8969 (2)
Baca juga: Omar Nasiri Berhasil Memasuki Sarang Mujahidin di Kamp Khaldan Afghanistan (3)
Bergegas ia minta Nasiri menuju sebuah ruangan, meminta nomer telepon yang bisa dihubungi. Dua jam kemudian Gilles menelponnya ke hotel.
“Aku kehabisan uang,” kata Nasiri terus terang. “Bisa ku tangani itu,” sahut Gilles. Sejam kemudian uang itu tiba di hotel, disusul kedatangan Gilles tiga hari kemudian.
Kembali ke Jaringan Dinas Rahasia Prancis
Selama beberapa hari kemudian, pria berwajah tenang itu mengorek banyak hal dari Nasiri. Semua pengalaman dan detil-detil informasi di Afghanista dan Pakistan digalinya.
Kini tak ada lagi yang tersisa dari Nasiri. “Bagaimana kau akan melakukannya?” tanya Gilles. “Melakukan apa?” sahut Nasiri. “Perintah Abu Zubaydah dan Ibnu Sheikh,” kata Gilles.
Nasiri tercekat. Ia tak menduga pertanyaan itu. “Dengan bantuanmu, kurasa,” jawab Nasiri. Singkat cerita, Gilles segera menyusun rencana detil. Ia membantu Nasiri mendapatkan paspor baru Senegal.
Pria Maroko itu segera terbang dari Istanbul ke Dakar lewat Dubai, Nairobi dan Abidjan. Empat hari dihabiskan untuk perjalanan berliku, khas cara dinas rahasia menyembunyikan jejak agennya.
Sebulan kemudian Nasiri tiba di Paris menggunakan paspor baru Senegal. Ia protes ke Gilles karena nama barunya sungguh mengganggunya. Abu Imam al-Mughrabi. Nama itu bakal menyulitkannya.
Nasiri menikmati semua kemewahan Paris, termasuk mengencani Fatima, gadis Jerman yang menghabiskan malam pikniknya di tepi Sungai Seine.