News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Intel Susupi Al Qaeda

Teror Dahsyat di Nairobi dan Tanzania yang Mengubah Hidup Omar Nasiri (5)

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Buku Inside The JIhad ditulis Omar Nasiri, mata-mata berbagai lembaga intelijen Eropa yang sukses menyusupi Al Qaeda di Afghanistan.

Kehidupan Nasiri berubah total pada 7 Agustus 1998. Hari itu bom dahsyat berledakan di Kedubes AS di Nairobi, Kenya dan Dar es-Salam Tanzania. Ratusan orang tewas.

Gambar dan video yang disaksikan Nasiri di televisi menguras emosinya. Ia mematikan ponsel, lalu pergi keluar flat, berjalan-jalan menghilangkan suntuk.

Malamnya sepulang ke flat, ia menyalakan ponsel yang lalu bordering-dering. “Mereka menelponku,” pekik Fatima di seberang. “Siapa?” Tanya Nasiri. “Mark dan Alexandre,” jawabnya.

Nasiri terkesiap. Tidak pernah intel DGSE dan MI5 menelepon Fatima sebelumnya. Sepertinya ada sesuatu yang genting. Nasiri menghubungi Mark, yang lalu menelepon balik.

“Kami mempercepat kepergianmu ke Afghanistan,” kata Alexandre. “Hari ini kau akan berangkat ke Dakar (Senegal),” lanjutnya sembari menggangsurkan tiket penerbangan.

Nasiri merasa lega. Ia bisa meninggalkan London yang membosankan, dan intelijen Inggris yang bodoh dan menjemukan. Namun cerita selanjutnya berbeda.

DGSE menunda-nunda keberangkatan Nasiri ke Afghanistan dari Dakar. Situasinya mungkin berubah. Berbulan-bulan Nasiri hidup dalam ketidakpastian.

Omar Nasiri Akhiri Petualangan di Jerman

Hal itu membulatkan tekadnya berhenti sebagai mata-mata. Ia ingin menikahi Fatima di Jerman. Usaha yang akan berlangsung penuh liku, menimbulkan penderitaan berat bagi Nasiri di Jerman.

Ia mengetahui banyak apa saja yang terjadi di kamp-kamp penting di Afghanistan. Pusat-pusat rekrutmen dan pelatihan yang tiga tahun selanjutnya akan dikenal sebagai kamp Al Qaeda.

Ia memahami setiap detil pemikiran para mentor politik, instruktur senjata dan peledak di kamp Khaldan dan Darunta.

Ia tahu Abu Zubayda jadi titik penting koordinasi Afghanistan dengan sel-sel Al Qaeda di Eropa. Tiga tahun berikutnya sejak ia tiba di Dakar, lalu hidup di Jerman, akan sangat menentukan.

Abu Zubayda menyiapkan orang-orang spesial dari segala penjuru Eropa, Arab dan Afrika Utara. Mereka sangat terdidik, berperilaku seperti umumnya orang barat.

Mereka selama ini hidup di Jerman, Belgia, Inggris, lalu direkrut untuk dilatih di Afghanistan. Sesudah itu mereka dikirim ke beberapa sekolah penerbangan di daratan AS.

Pentolan dari grup rekrutmen khusus ini adalah Muhammad Atta atau Mohamed Mohamed el-Amir Awad el-Sayed Atta. Dia orang Mesir yang kuliah di Hamburg, Jerman.

Tahun 2000, bersama teman dari Hamburg, Marwan al-Shehhi, mereka pergi ke Florida. Belajar mengemudikan pesawat di sebuah sekolah penerbangan.

Setahun sesudah itu, Atta dan al-Shehhi merampas kokpit pesawat Boeing 767—223ER American Airlines 11 yang lepas landas dari Bandara Logan di Boston menuju Los Angeles.

Atta membelokkan pesawat dan sengaja menabrakkannya ke menara kembar WTC. Nasiri melihat serangan itu sebagai buah dari aneka peristiwa kejam sejak era sebelumnya.

Omar Nasiri memahami alur pemikiran orang-orang yang melakukan kekerasan brutal itu. Ia mengerti begitu banyak gagasan di kamp-kamp pelatihan di Afghanistan.

Spiral kekerasan itu akan berlanjut, mungkin takkan berkesudahan. “”Siapapun yang mendukung musuh adalah lawan,” katanya.

“Ini adalah alur pemikiran  jihad global, dan aku begitu membencinya,” ujar Nasiri yang berharap semua pihak mengakhiri campur tangan dan penguasaannya di negeri-negeri Muslim.

Omar Nasiri hanya satu dari tidak banyak orang yang pernah hidup di dua dunia sekaligus.

Sebagai mujahidin, sekaligus mata-mata asing yang menyusup ke jantung kaumnya.(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga – Tamat)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini