TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menolak proposal Amerika Serikat untuk mengizinkan pesawat intai maritim P-8 Poseidon mendarat dan mengisi bahan bakar di Indonesia.
Informasi ini disampaikan empat pejabat senior Indonesia yang mengetahui masalah tersebut kepada kantor berita Reuters, yang dikutip Aljazeera.com, Selasa (20/10/2020).
Para pejabat AS berusaha melakukan pendekatan "tingkat tinggi" pada Juli dan Agustus kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Presiden Joko Widodo akhirnya menolak permintaan tersebut.
Baca juga: Apa Hasil Kunjungan Menhan Prabowo ke Amerika Serikat?
Baca juga: Prabowo dan Esper Sepakat Mulai Kembali Pencarian Tentara AS yang Hilang di Indonesia Selama PD II
Saat ini, Menhan Prabowo Subianto masih berada di AS atas undangan Menhan AS Mark Esper. Bagi Prabowo lawatan ke AS sejarah besar, setelah ia hamper 20 tahun dicekal masuk negara itu.
Undangan Pentagon menjadi terasa istimewa, dan menumbuhkan dugaan Washington sangat bernafsu mendapatkan sesuatu dari Indonesia.
Pihak istana, Kemenhan, kantor pers Departemen Luar Negeri AS dan Kedubes AS di Jakarta tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Perwakilan Departemen Pertahanan AS dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menolak berkomentar.
Permintaan, yang muncul ketika AS dan China meningkatkan persaingan mereka untuk mendapatkan pengaruh di Asia Tenggara, mengejutkan pemerintah Indonesia.
Menurut para pejabat yang dikutip Reuters, Indonesia memiliki kebijakan netralitas kebijakan luar negeri yang sudah lama ada. Negara ini tidak pernah mengizinkan militer asing beroperasi di nusantara.
Pesawat intai P-8 Poseidon memainkan peran sentral dalam mengawasi aktivitas militer China di Laut China Selatan, yang sebagian besar diklaim oleh Beijing sebagai wilayahnya.
Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei memiliki klaim tandingan atas perairan kaya sumber daya tersebut, yang dilalui perdagangan senilai $ 3 triliun setiap tahun.
Indonesia bukan penuntut resmi atas jalur air yang penting secara strategis, tetapi menganggap sebagian Laut Cina Selatan sebagai miliknya.
China secara teratur mengusir kapal penjaga pantai dan kapal penangkap ikan China dari suatu daerah, yang diklaim Beijing sebagai miliknya.
Indonesia saat ini memiliki hubungan ekonomi dan investasi yang sangat baik dengan China. Karena itu Jakarta tidak ingin memihak dalam konflik dan khawatir dengan meningkatnya ketegangan antara kedua negara adidaya.
Militerisasi Laut Cina Selatan menurut Menlu Retno Marsudi cukup mengkhawatirkan. “Kami tidak ingin terjebak oleh persaingan ini,” kata Retno dalam sebuah wawancara di awal September. “Indonesia ingin menunjukkan bahwa kami siap menjadi partner Anda.”