TRIBUNNEWS.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) Amerika Serikat memberikan persetujuan penuh untuk obat antivirus remdesivir sebagai pengobatan pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, Kamis (22/10/2020).
Sebelumnya, remdesivir mendapat persetujuan untuk pengobatan dengan otorisasi bersyarat pada Mei 2020.
Mengutip France24, Gilead sebagai produsen remdesivir mengatakan, obat yang dijual dengan merek dagang Veklury, merupakan satu-satunya pengobatan spesifik untuk Covid-19.
Sejauh ini, obat itu disetujui melalui proses yang lebih ketat.
Namun, perawatan lain telah mendapat izin untuk penggunaan darurat.
Baca juga: FDA Minta TikTok Hapus Semua Video Benadryl Challenge, Ada Unsur Berbahaya hingga Laporan Kematian
Baca juga: Ada Tekanan Politik, FDA Akhirnya Setujui Pengobatan Covid-19 dengan Plasma meski Masih Diragukan
Obat lain seperti steroid deksametason, juga digunakan untuk melawan Covid-19.
Saham Gilead di New York Stock Exchange melonjak empat persen segera setelah pengumuman tersebut.
"FDA berkomitmen untuk mempercepat pengembangan dan ketersediaan pengobatan Covid-19 selama keadaan darurat kesehatan masyarakat yang belum pernah terjadi sebelumnya ini," kata Komisaris FDA Stephen Hahn.
"Persetujuan hari ini didukung oleh data dari beberapa uji klinis yang telah dinilai secara ketat oleh badan tersebut dan merupakan tonggak ilmiah penting dalam pandemi Covid-19."
Eropa dan negara lain, seperti Kanada juga telah memberikan persetujuan sementara untuk penggunaan remdesivir.
Baca juga: Gilead Sciences Dikabarkan Tetapkan Harga Remdesivir Rp 44,8 Juta
Baca juga: Produsen Obat Gilead: Remdesivir Tunjukkan Hasil Menjanjikan
Remdesivir, yang diberikan melalui suntikan, merupakan salah satu obat pertama yang relatif menjanjikan untuk mempersingkat waktu pemulihan pada beberapa pasien virus corona.
Tetapi kemanjurannya dalam menurunkan angka kematian belum terbukti.
Obat ini dapat diberikan kepada orang dewasa dan anak-anak di atas usia 12 tahun dengan berat lebih dari 40 kilogram (88 pon) yang memerlukan rawat inap untuk pengobatan Covid-19.
Obat ini hanya dapat diberikan kepada pasien di rumah sakit atau tempat yang setara.
Presiden Donald Trump, yang dinyatakan positif mengidap virus corona pada awal Oktober, dirawat dengan remdesivir di rumah sakit militer di luar Washington.
Baca juga: Obat Remdesivir Segera Diedarkan Untuk Lawan Covid-19, Pakar Ahli Justru Sebut Bukan Obat Mujarab
Baca juga: Studi WHO: Efek Remdesivir Sangat Kecil untuk Tekan Kematian akibat Covid-19
Waktu pemulihan lebih cepat
Obat ini pertama kali dikembangkan untuk mengobati Ebola, demam berdarah akibat virus.
Pada Februari, Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS (NIAID) mengumumkan, mereka sedang menggunakan remdesivir untuk menyelidiki SARS-CoV-2.
Untuk diketahui, ARS-CoV-2 merupakan patogen yang menyebabkan Covid-19.
Sebelumnya, remdesivir menjanjikan dalam pengujian hewan terhadap sesama virus korona SARS. dan MERS.
Studi yang melibatkan lebih dari 1.000 orang, yang hasilnya dirilis pada bulan April.
Hasilnya menemukan, pasien yang menggunakan obat tersebut memiliki waktu pemulihan 31 persen lebih cepat daripada mereka yang menggunakan plasebo.
Baca juga: Studi WHO : Remdesivir Tidak Punya Efek Substansial pada Peluang Pasien Bertahan Hidup
Baca juga: Kalbe Farma Turunkan Harga Obat COVIFOR (Remdesivir) untuk Covid-19 Menjadi Rp1,5 Juta per Vial
Karena produksi obat itu rumit dan diberikan melalui suntikan, ada pertanyaan tentang apakah pasokan awalnya bisa dibatasi.
Amerika Serikat bertaruh sejak awal pada keberhasilan remdesivir, bergegas memesan hampir semua produksi musim panas Gilead.
Gilead telah menetapkan harga 390 dolar AS (Rp 5,7 juta) per botol di negara maju, atau 2.340 dolar AS (Rp 34,2 juta) untuk enam botol yang digunakan selama lima hari.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)