Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Orang kedua Al Qaeda, yang mendalangi pemboman 1998 terhadap dua kedutaan Besar AS di Afrika, tewas di Iran pada Agustus lalu oleh operasi Israel yang bertindak atas perintah Amerika Serikat (AS).
Hal itu dilaporkan media AS, New York Times mengutip pejabat intelijen, seperti dilansir Reuters, Minggu (15/11/2020).
"Agen Israel membunuh orang nomor dua Al Qaeda," demikian laporan New York Times.
Abdullah Ahmed Abdullah, yang dipanggil dengan nama samaran Abu Muhammad al-Masri, ditembak mati oleh dua pria dengan sepeda motor di jalan Teheran pada 7 Agustus 2020, The Times melaporkan pada Jumat (13/11/2020).
"Pembunuhan Masri, yang dipandang sebagai penerus pemimpin al Qaeda saat ini, Ayman al-Zawahiri, dirahasiakan sampai sekarang," kata surat kabar itu.
Seorang sumber keamanan senior Afghanistan mengatakan kepada Reuters pada bulan Oktober bahwa Masri, yang telah lama berada dalam daftar teroris paling dicari Biro Investigasi Federal (FBI) AS, telah tewas di daerah Pasdaran, Teheran.
Reuters tidak dapat menguatkan informasi itu.
Jika benar, tidak jelas apa peran Amerika Serikat dalam pembunuhan militan kelahiran Mesir itu, kata Times.
"Pihak berwenang AS telah melacak Masri dan operasi al Qaeda lainnya di Iran selama bertahun-tahun," kata sumber itu.
Al Qaeda belum mengumumkan kematiannya, para pejabat Iran telah menutupinya dan tidak ada pemerintah yang secara terbuka mengklaim bertanggung jawab, kata Times.
Baca juga: Al Qaeda Ancam Presiden Perancis Emmanuel Macron
Iran pada Sabtu (14/11/2020) membantah laporan itu, mengatakan tidak ada "teroris" al Qaeda di negerinya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Saeed Khatibzadeh mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Amerika Serikat dan Israel kadang-kadang "mencoba mengaitkan, Iran dengan kelompok-kelompok tersebut dengan berbohong dan membocorkan informasi palsu kepada media untuk menghindari tanggung jawab atas kegiatan kriminal kelompok ini dan kelompok teroris lainnya di wilayah itu".
"Taktik menakut-nakuti pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap Iran telah menjadi rutinitas," kata Khatibzadeh.
Seorang pejabat AS, yang enggan namanya disebutkan kepada Reuters, menolak untuk mengkonfirmasi detail cerita Times atau mengatakan apakah ada keterlibatan AS.