Inspeksi IAEA
Badan Pengawas Nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa rutin melakukan ratusan inspeksi mendadak terhadap situs nuklir Iran setiap tahunnya.
Anggota parlemen Iran menginginkan penghentian total inspeksi tersebut jika persyaratan mereka tidak dipenuhi.
RUU mereka menyebut Jerman, Prancis, Inggris Raya, China dan Rusia harus bekerja untuk menormalisasi hubungan perbankan, mencabut sanksi atas minyak Iran dan ekspor lainnya, serta segera mengembalikan pendapatan dari penjualan.
Namun ini tidak berlaku bagi AS yang telah menarik diri dari perjanjian tersebut pada 2018 lalu.
Jika negara-negara itu tidak melakukannya dalam jangka waktu dua bulan sejak Undang-undang tersebut diberlakukan, maka pemerintah Iran wajib untuk berhenti secara sukarela dalam menerapkan Protokol Tambahan.
Baca juga: Kazan, Kapal Selam Nuklir Tercanggih Buatan Rusia dengan Daya Tempur Mematikan
Karena Protokol Tambahan memberikan wewenang bagi IAEA untuk melakukan inspeksi yang luas.
Ketua parlemen Mohammad Bagher Ghalibaf mengatakan pada hari Selasa lalu, bahwa Undang-undang itu akan mengakhiri 'permainan sepihak'.
Ia menegaskan, secara resmi parlemen mengkomunikasikan RUU yang disetujui ini kepada Rouhani.
Rouhani pun memiliki waktu beberapa minggu untuk benar-benar menerapkan RUU tersebut.
Pengayaan dan timbunan uranium
Dalam waktu dua bulan setelah Undang-undang tersebut diterapkan, pemerintah Iran diwajibkan untuk memperkaya setidaknya 120 kg uranium dengan kemurnian 20 persen di pabrik Fordow dekat kota Qom.
Organisasi Energi Atom Iran kemudian berkewajiban untuk segera meningkatkan cadangan uranium yang diperkaya rendah, setidaknya 500 kg setiap bulannya untuk setiap penggunaan di negara itu.
Saat ini bahkan setelah secara bertahap mengurangi komitmen nuklir sebagai tanggapan atas pengingkaran AS terhadap kesepakatan itu, Iran telah memperkaya uraniumnya hingga 4,5 persen.