TRIBUNNEWS.COM - Otoritas Korea Utara menggelar eksekusi terbuka kepada warga negara yang melanggar aturan karantina darurat Covid-19.
Hal tersebut dilakukan untuk menakut-nakuti masyarakat sehingga mereka patuh pada aturan, jelas seorang sumber kepada Radio Free Asia.
Korea Utara blak-blakan mengklaim, negaranya bebas virus corona.
Namun juga menerapkan aturan karantina dan langkah ketat untuk mencegah penyebaran wabah ini.
Bahkan belakangan otoritas Korut mengunci sebuah kota, membatalkan acara besar, dan melarang perjalanan antar provinsi.
Pada April lalu, Pyongyang memperpanjang karantina darurat yang berlaku sejak awal pandemi ini hingga akhir tahun.
Sejak saat itu, muncul kabar beberapa insiden penyusup yang masuk lewat perbatasan dan mendapat tindakan ketat.
"Sejak akhir November, Komite Sentral (Partai Pekerja Korea) meningkatkan tindakan karantina darurat yang ada menjadi 'tindakan karantina darurat tingkat tinggi," jelas seorang penduduk provinsi Pyongan Utara, di perbatasan China di barat laut kepada RFA's Korean Service, Selasa lalu.
Baca juga: Mantan Tahanan dan Pejabat Korea Utara Akui Pyongyang Perlakukan Narapidana Lebih Rendah dari Hewan
Baca juga: Kim Jong Un Dikabarkan Telah Terima Suntikan Vaksin Covid-19 dari China meski Belum Terbukti Efektif
"Mereka melakukan eksekusi publik dengan regu tembak untuk mengancam warga di sini, di kawasan perbatasan."
"Karena banyak kontak dengan orang di seberang perbatasan, termasuk banyak penyelundupan," kata sumber itu.
Kondisi ekonomi kian memburuk saat Beijing dan Pyongyang menutup perbatasan dan menangguhkan perdagangan karena Covid-19, Januari lalu.
Namun imigran gelap yang ingin mencari peruntungan diam-diam mengangkut barang dari China ke Korut, melintasi perbatasan sepanjang 880 mil.
Khawatir dengan imigran yang berpotensi membawa virus dari China, Korut lantas memberlakukan serangkaian tindakan yang lebih keras di akhir 2020 ini.
Pemerintah memperkuat korps penjaga perbatasan dengan pasukan khusus.