Lebih lanjut sumber itu mengatakan pemerintah melakukan 'puncak teror' sejak Komite Sentral merilis perintah karantina darurat tingkat tinggi.
"Kami juga mendengar bahwa mereka secara terbuka menembak broker penukaran mata uang di Pyongyang yang melanggar aturan karantina," tambahnya.
Baca juga: 20 Foto yang Membuat Fotografernya Diblacklist dari Korea Utara, Termasuk Potret Pasangan Bermesraan
Baca juga: Korea Utara Lockdown Provinsi Chagang karena Khawatir Penyebaran Covid-19 di Unit Militer Wiwon
Sumber lain mengaku kepada RFA pada Rabu lalu, kini warga lebih takut karena otoritas mengontrol pergerakan mereka.
"Saat menjaga perbatasan dari darat, udara, dan laut, pihak berwenang memerintahkan tentara untuk menembak siapa pun yang mendekati perbatasan tanpa syarat."
"Terlepas dari siapa orang itu atau alasan mereka berada di daerah tersebut. Itu ancaman mutlak bagi warga daerah perbatasan," kata sumber kedua.
"Bahkan selama Arduous March pada 1990-an, ketika pembelotan massal berlanjut, pemerintah tidak mengancam penduduk di daerah perbatasan seperti ini," kata sumber itu.
Dia merujuk pada bencana kelaparan 1994-1998 yang menewaskan jutaan warga Korea Utara.
Sumber kedua menyebutkan, eksekusi publik merupakan tindakan khas pemerintah yang mencontohkan korban untuk menakut-nakuti masyarakat.
"Setiap kali orang-orang mengeluh karena mata pencaharian mereka terpengaruh, pihak berwenang selalu mencoba untuk membungkam mereka dengan mengancam mereka dengan eksekusi publik atau dengan mengirim mereka ke kamp penjara politik," ujar sumber ini.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)