Mahkamah Pidana Internasional ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Yoav Gallant dan pemimpin militer Hamas Mohammed Deif dengan tuduhan 'secara sengaja merampas' hak-hak dasar warga sipil atas konflik perang Israel-Hamas di Gaza.
Dalam pernyataannya, ICC mengatakan memiliki "alasan dasar yang wajar" untuk meyakini bahwa Netanyahu dan Gallant, "secara sengaja dan sadar merampas hal-hal yang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup penduduk sipil di Gaza, termasuk makanan, air, obat-obatan dan perlengkapan medis, serta bahan bakar dan listrik."
Surat perintah penangkapan tersebut menjadikan Netanyahu, Gallant dan Deif sebagai tersangka yang diburu secara internasional. Tetapi tidak ada di antara mereka yang kemungkinan akan bisa dihadapkan ke pengadilan dalam waktu dekat.
ICC juga menyebut penerimaan yurisdiksi pengadilan oleh Israel tidak diperlukan, karena Israel bukan anggota pengadilan internasional yang berpusat di Den Haag, Belanda, itu.
Israel kecam surat perintah ICC
PM Netanyahu mengatakan bahwa ia "menolak dengan jijik" apa yang dia sebut sebagai "tindakan absurd dan penuh kepalsuan" dari ICC dengan surat perintah penangkapannya.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh kantornya, Netanyahu mengatakan: "Tidak ada yang lebih adil daripada perang yang sedang dijalankan Israel di Gaza." Ia juga menambahkan bahwa surat perintah penangkapannya itu termasuk tindakan "antisemit" dan merujuk pada kasus Alfred Dreyfus di Prancis, yang dihukum secara tidak adil atas tuduhan pengkhianatan pada 1894.
Presiden Israel dan tokoh-tokoh politik terkemuka lainnya juga mengecam keputusan ICC tersebut. Presiden israel Isaac Herzog menyebut langkah itu sebagai "keputusan absurd," sementara mantan PM Israel Naftali Bennett mengatakan itu adalah "aib" bagi ICC.
Pemimpin oposisi utama Israel, Yair Lapid, juga mengkritik langkah ICC dan menyebutnya sebagai "hadiah untuk terorisme."
Reaksi Barat terhadap surat perintah ICC
Negara-negara Barat jmemberikan beragam reaksi terkait kabar surat perintah penangkapan ICC tersebut. Beberapa negara anggota ICC menyatakan akan memenuhi surat perintah ICC jika Netanyahu datang ke wilayah mereka.
Diplomat tertinggi Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan bahwa surat penangkapan ini tidak bersifat politis, dan menyebut keputusan pengadilan harus dihormati dan dilaksanakan. Sementara Prancis mengatakan pihaknya akan bertindak sesuai dengan prinsip "melawan impunitas."
Belanda bahkan lebih tegas, dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Caspar Veldkamp mengatakan kepada Parlemen: "Kami tidak akan terlibat dalam kontak yang tidak penting dan kami akan bertindak berdasarkan surat perintah penangkapan. Kami sepenuhnya mematuhi Statuta Roma ICC."
Menlu Norwegia, Espen Barth Eide, hanya mengatakan: "Penting bagi ICC untuk melaksanakan mandatnya dengan bijaksana. Saya yakin bahwa pengadilan akan melanjutkan kasus ini berdasarkan standar peradilan yang paling adil." Semua anggota Uni Eropa adalah anggota ICC.
ICC diakui oleh lebih 120 negara
Namun, AS terlihat cenderung sepenuhnya menolak dan mengecam surat perintah penangkapan itu, setidaknya di kalangan Partai Republik. AS, seperti juga Israel, bukan anggota ICC dan tidak menandatangani Statuta Roma.
Presiden AS Joe Biden menyebut keputusan ICC sebagai tindakan yang "keterlaluan”. Dalam sebuah pernyataan, ia mengatakan: "Kami akan selalu berdiri bersama Israel melawan ancaman terhadap keamanannya."
Mike Waltz, calon penasihat keamanan nasional Donald Trump, juga mengatakan bahwa ICC "tidak memiliki kredibilitas". Ia membela Israel dan bertekad akan merespons kuat apa yang disebutnya sebagai "bias antisemit ICC dan PBB.”
Berbeda dengan AS, Kanada jmenyatakan akan mematuhi semua keputusan yang dikeluarkan oleh ICC. PM Kanada Justin Trudeau pada Kamis (21/11) mengatakan: "Sangat penting agar semua orang mematuhi hukum internasional."
Juru bicara PM Inggris Keir Starmer juga mengatakan bahwa Inggris menghormati independensi ICC, tetapi tidak mengonfirmasi apakah Inggris akan mendukung perintah penangkapan itu atau tidak.
ICC mulai bertugas tahun 2002 diakui oleh 123 negara yang menandatangani Statuta Roma. Beberapa negara besar tidak mengakui ICC, antara lain AS, Rusia, Cina dan India.
kp/hp (Reuters, AP, AFP, dpa)