TRIBUNNEWS.COM, TORONTO - Telepon pribadi sekitar 36 jurnalis Al Jazeera diretas pihak yang disebut "petugas pemerintah", menggunakan alat mata-mata kontroversial Grup NSO Israel yang terkenal, Pegasus.
Laporan itu dirilis Citizen Lab, unit penelitian di Universitas Toronto spesialisasi keamanan siber. Rilis berita itu dikutip Russia Today, Senin (21/12/2020).
Laporan lengkapnya bisa diakses di website citizeinlab.ca. Perangkat mata-mata Pegasus itu menyusup ke telepon seluler produk Apple, para jurnalis grup media yang berbasis di Doha, Qatar.
Selain reporter, perangkat mata-mata itu masuk ke alat komunikasi produser, pembawa berita, dan para eksekutifnya. Cara penyusupan, lewat peretasan eksploitasi klik-nol yang tidak terlihat di IMessage, antara Juli dan Agustus 2020.
Penyusupan itu, menurut Citizen Lab, memungkinan nantinya yang terkena tuduhan pemerintah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, dua Negara yang bermusuhan dengan Qatar.
Pegasus menginfeksi ponsel lewat spyware, tanpa perlu diklik oleh jurnalis yang memegang perangkat tersebut.
Dalam laporannya, Citizen Lab mengatakan teknik klandestin yang digunakan canggih, sulit dideteksi, karena target sering tidak menyadari adanya sesuatu yang mencurigakan sedang terjadi.
Peretasan mungkin tetap tidak terdeteksi kali ini juga, jika bukan karena reporter saluran berbahasa Arab jaringan Tamer Almisshal, membunyikan alarm teleponnya mungkin telah dimata-matai.
Ia lalu membiarkan para peneliti memantau lalu lintas online-nya mulai Januari 2020. Beberapa bulan kemudian, pada Juli, para peneliti melihat ponsel pribadinya mengunjungi situs web yang terinfeksi spyware Pegasus grup NSO.
Almisshal tidak pernah memerintah atau mengklik tautan tersebut. Penemuan ini telah mendorong pencarian luas kemungkinan korban lain di antara staf Al Jazeera.
Citizen Lab dan ahli TI jaringan media itu akhirnya mengidentifikasi total 36 telepon pribadi jadi target empat operator grup NSO.
Seorang dari mereka, yang oleh kelompok itu dijuluki "Monarki," diduga menyadap 18 ponsel. Sementara satu lagi, dijuluki "Sneaky Kestrel", memata-matai 15 ponsel.
Kelompok itu mengatakan mereka percaya "Monarki" bertindak atas perintah dari Riyadh, karena tampaknya menargetkan individu terutama di Arab Saudi.
Sementara "Sneaky Kestrel" berfokus pada jurnalis yang terutama berada di wilayah UEA.