TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuding Iran bertanggung jawab atas serangan yang terjadi 20 Desember lalu di Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Baghdad, Irak.
Ia mengancam akan meminta pertanggungjawaban Iran, jika ada warga Amerika yang terbunuh dalam serangan berikutnya.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam cuitan di akun Twitter pribadinya pada Rabu kemarin.
"Jika satu orang Amerika terbunuh, saya akan meminta pertanggungjawaban Iran, ingat itu," tegas Trump.
Baca juga: 8 Roket Targetkan Kedutaan Besar AS di Baghdad, Jelang Peringatan Meninggalnya Qassem Soleimani
Dikutip dari laman Sputnik News, Kamis (24/12/2020), bersamaan dengan pesan bernada ancaman tersebut, Trump kembali menuliskan cuitan yang berisi foto tiga roket kecil yang ia klaim gagal diluncurkan.
Gambar tersebut menunjukkan beberapa roket berukuran 107 milimeter yang memiliki label berbahasa Inggris, namun tidak secara khusus menunjukkan tanda adanya keterlibatan Iran.
Roket ini berasal dari peluncur roket ganda Tipe 63 yang diperkenalkan oleh China pada 1960-an.
Baca juga: Presiden Rouhani Akui Iran Senang Lihat Donald Trump Tinggalkan Jabatannya
Namun perlu diketahui, peluncur portabel yang terlihat seperti mortir di atas roda dengan 12 tabung peluncuran, telah dijual ke puluhan negara, termasuk Iran.
Ada pula negara lainnya di Timur Tengah yang membeli roket ini meliputi Irak, Lebanon, Suriah, Azerbaijan, Organisasi Pembebasan Palestina, Afghanistan Libya, Mesir, Turki dan Sudan.
Selain itu, roket ini telah tercatat digunakan oleh Daesh atau ISIS, pasukan Kurdi Irak, dan Unit Mobilisasi Populer.
Hal itu mengindikasikan bahwa roket ini bisa datang dari negara mana pun.
Klaim Trump tersebut mirip dengan apa yang pernah dilontarkannya terhadap Iran pada Juni 2019, di mana drone AS yang ditembak jatuh di Yaman disebut sebagai bukti bahwa Houthi dipersenjatai oleh Iran.
Baca juga: Digoda Miliaran Dolar dari Trump agar Jalin Hubungan dengan Israel, Ini Tanggapan Kemenlu RI
Komando Pusat AS mengklaim bahwa senjata yang digunakan adalah rudal permukaan ke udara (SAM) SA-6, yang merupakan nama pelaporan NATO untuk sistem SAM seluler lacak 2K12 Kub buatan Soviet.
Seperti peluncur roket Type 63 China, 2K12 telah ada selama setengah abad dan telah dijual ke puluhan negara serta digunakan dalam banyak konflik.
Klaim bahwa Iran menyalurkan senjata ke pejuang gerilya dan kelompok teroris selama ini telah digunakan oleh pemerintahan Trump untuk meningkatkan serangannya terhadap Iran.
Ia bahkan menunjuk Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) sebagai organisasi teroris dan membunuh satu pemimpin organisasi itu yakni Mayor Jenderal Qasem Soleimani, yang memimpin Pasukan Quds elit IRGC dan memimpin perang melawan ISIS di Irak.
Baca juga: Kaleidoskop Internasional Oktober 2020: Trump Positif Covid hingga Normalisasi Hubungan Sudan-Israel
Sebelumnya pada Rabu kemarin, para pemimpin pertahanan senior AS termasuk Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Penasihat Keamanan Nasional AS Robert O'Brien dan penjabat Menteri Pertahanan AS Christopher Miller bertemu di Gedung Putih untuk memutuskan berbagai opsi yang akan diberikan kepada Trump sebagai tanggapan terhadap aksi pemboman pada hari Minggu lalu di Zona Hijau Irak.
Serangan di Baghdad itu menyebabkan kerusakan kecil pada bangunan dan menewaskan seorang warga sipil Irak.