TRIBUNNEWS.COM - DPR Amerika Serikat memakzulkan Presiden Donald Trump karena telah dianggap menghasut kerusuhan atau pemberontakan yang terjadi di Capitol pada 6 Januari lalu.
Sebanyak 10 orang Republik bersama Demokrat setuju untuk memakzulkan presiden dengan suara 232-197.
Dengan begitu, Donald Trump menjadi presiden pertama dalam sejarah Amerika yang dimakzulkan dua kali, atau didakwa kriminal oleh Kongres.
Trump kini menantikan persidangan di Senat, di mana jika terbukti bersalah ia bisa menghadapi larangan memegang jabatan lagi.
Tetapi Trump tidak harus mundur dari Gedung Putih sebelum masa jabatannya berakhir dalam satu minggu karena Senat tidak akan berkumpul dalam waktu itu.
Trump akan meninggalkan jabatannya pada 20 Januari, bertepatan dengan pelantikan Presiden terpilih Joe Biden.
Baca juga: Trump Sebut Pendukungnya yang Serbu Capitol sebagai Perusuh: Harusnya Hormati Tradisi dan Sejarah
Baca juga: Trump Tak Punya Medsos Lagi, Akun Youtubenya Juga Ditangguhkan selama Seminggu dan Konten Dihapus
DPR yang dikendalikan Demokrat memberikan suara pada Rabu (13/1/2021) setelah beberapa jam perdebatan sengit ketika pasukan Garda Nasional bersenjata berjaga-jaga di dalam dan di luar Capitol.
FBI telah memperingatkan kemungkinan protes bersenjata yang direncanakan di Washington DC dan semua 50 ibu kota negara bagian AS menjelang pelantikan Biden minggu depan.
Dalam sebuah video yang dirilis setelah pemungutan suara di Kongres, Trump meminta para pengikutnya untuk tetap damai tetapi dia tidak merujuk pada fakta bahwa dia telah dimakzulkan.
"Kekerasan dan vandalisme tidak memiliki tempat di negara kami ... Tidak ada pendukung sejati saya yang akan mendukung kekerasan politik," katanya, dengan nada yang suram dan damai, dilansir BBC.
Apa yang dituduhkan kepada Trump?
Masih dilansir BBC, tuduhan pemakzulan bersifat politis, bukan pidana.
Presiden dituduh oleh Kongres menghasut penyerbuan Capitol dengan pidatonya 6 Januari di sebuah rapat umum di luar Gedung Putih.
Trump mendesak para pendukungnya untuk "secara damai dan patriotik" membuat suara mereka didengar, tetapi juga untuk "berjuang sekuat tenaga" melawan pemilihan yang dia klaim telah dicurangi.