TRIBUNNEWS.COM, TAIPEI – Kementerian Pertahanan Taiwan menyatakan, 15 pesawat tempur China memasuki wilayah udara mereka, Minggu (24/1/2021).
Armada besar itu terdiri 6 jet tempur J-10, 4 jet tempur J-16, 2 Sukhoi Su-30, pesawat intai Y-8 dan dua pesawat anti kapal selam Y-8.
Ini gelombang kedua armada tempur udara Beijing menerbangi wilayah udara Taiwan setelah Presiden AS Joe Biden dilantik 20 Januari 2021.
Pada Sabtu (23/1/2021), Taipei memprotes penerbangan 8 pesawat pembom H-2 China dan empat jet tempur terbang ke zona pertahanan Taiwan di Laut China Selatan.
Baca juga: China Akan Beri Sanksi Bagi Pejabat AS Yang Ikut Campur Urusan Taiwan
Baca juga: Taiwan Luncurkan Kapal Korvet Siluman, Julukannya Pembunuh Kapal Induk
Merespon manuver China itu, Angkatan Udara Taiwan dikirim ke udara. "Serangan peringatan lintas udara telah ditugaskan, peringatan radio dikeluarkan dan sistem rudal pertahanan udara dikerahkan untuk memantau aktivitas tersebut," kata Kemenhan Taiwan dikutip Aljazeera, Minggu (24/1/2021).
China belum mengomentari perkembangan ini. Sebelumnya dikatakan tindakan semacam itu ditujukan untuk mempertahankan kedaulatan negara mereka, dan dirancang sebagai peringatan dini "kolusi" Taiwan-AS.
China memandang Taiwan secara demokratis memerintah sebagai wilayahnya sendiri, dan dalam beberapa bulan terakhir telah meningkatkan aktivitas militer di dekat pulau itu.
Tetapi aktivitas China selama akhir pekan menandai peningkatan pengiriman pesawat tempur dan pembom daripada pesawat pengintai seperti yang umumnya terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Kemenlu AS Serukan Beijing Turunkan Ketegangan
Departemen Luar Negeri AS pada Sabtu (23/1/2021), mengatakan, mencatat secara prihatin pola upaya (China) yang sedang berlangsung untuk mengintimidasi tetangganya, termasuk Taiwan.
"Kami mendesak Beijing untuk menghentikan tekanan militer, diplomatik, dan ekonominya terhadap Taiwan dan sebaliknya terlibat dalam dialog yang bermakna dengan perwakilan Taiwan yang dipilih secara demokratis," kata juru bicara Kemenlu AS, Ned Price.
Washington akan terus memperdalam hubungan dengan Taiwan dan memastikan pertahanannya efektif dari ancaman China, sembari mendukung penyelesaian damai masalah kedua belah pihak.
“Komitmen kami untuk Taiwan sangat kuat dan berkontribusi pada pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di seluruh Selat Taiwan dan di dalam kawasan,” tambahnya.
Penerbangan militer China ke wilayah Taiwan setelah pelantikan Presiden Biden memberi pesan kuat atas konflik China-Taiwan.
Washington selama empat tahun terakhir terlibat perseteruan sengit melawan Beijing. Mulai isu Xinjiang, sengketa perdagangan, dantuduhan China bertanggungjawab atas pandemi virus corona.
Pemerintahan Biden yang menggantikan Trump, tidak menunjukkan tanda-tanda mengurangi tekanan pada China atas masalah-masalah semacam itu, meskipun dipandang mendukung kembalinya dialog.
Kementerian Luar Negeri Taiwan mengucapkan terima kasih atas dukungan AS, serta menambahkan pihaknya akan bekerja sama dengan pemerintah Biden untuk memperkuat kemitraan mereka.
Lo Chih-cheng, legislator senior untuk Partai Progresif Demokratik yang berkuasa di Taiwan, mengatakan kepada kantor berita Reuters, China berusaha menghalangi pemerintah baru AS mendukung pulau itu.
“Ini mengirim pesan ke pemerintahan Biden,” katanya. Kementerian Luar Negeri China Kamis dini hari mengumumkan akan memberikan sanksi kepada 28 pejabat dan anggota mantan pemerintahan Trump.
Mereka dinilai telah "secara serius melanggar" kedaulatan China. Mereka yang termasuk dalam daftar sanksi termasuk mantan Menlu Mike Pompeo, penasihat perdagangan Trump Peter Navarro dan penasihat keamanan nasional Robert O'Brien.
Sanksi China untuk Pompeo dkk Bukan Ancaman Kosong
Anggota parlemen Republik menyerukan kepada pemerintahan Biden untuk membuat tanggapan yang lebih kuat terhadap sanksi China, dengan mengatakan "paksaan tidak akan ditoleransi."
Beberapa analisis di AS berpendapat pengumuman sanksi Beijing dimaksudkan untuk mengintimidasi dan menetapkan aturan untuk pemerintahan Biden.
China menjatuhkan sanksi kepada pejabat pemerintahan Trump karena mereka dianggap sangat merusak kepentingan nasional China.
Pompeo dan lainnya meningkatkan serangan keras mereka terhadap China di saat-saat terakhir mereka menjabat.
Serangan Pompeo itu dianggap seperti menggali lubang hubungan masa depan pemerintahan AS yang baru dengan China.
Mereka yang terkena sanksi dan anggota keluarga dekatnya dilarang memasuki daratan, Hong Kong dan Makau.
Mereka, perusahaan, dan lembaga yang terkait dengan mereka juga dilarang berbisnis dengan China.
Situs media Global Times yang kerap jadi corong pemerintah Beijing, menyatakan sanksi tersebut tidak kosong.
Beijing telah memperjelas bahwa mereka berharap untuk berdialog dengan pemerintahan Biden dan membawa kedua negara kembali ke jalur kerja sama.
China tidak memiliki keinginan atau kebutuhan untuk menunjukkan sikap keras, atau memprovokasi AS saat ini.
Memprovokasi dan menguji orang lain bukanlah gaya China dalam melakukan sesuatu.
Menurut Global Times di editorialnya, Pompeo dan lainnya telah bertindak terlalu kejam terhadap China. Mereka harus membayar harganya pada akhirnya. Ini adalah sikap teguh Tiongkok.(Tribunnews.com/Aljazeera/GlobalTimes/xna)