Sementara perpecahan telah menentukan banyak masalah di Timur Tengah dan Afrika Utara dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan politik di sisi lain dunia yang memainkan peran utama dalam membentuk sikap baru di Ankara dan Riyadh.
“Alasan utamanya adalah (mantan Presiden AS Donald) Trump kalah dalam pemilihan dan Arab Saudi berpikir jika (Presiden Joe Biden) akan menekan Riyadh maka mereka harus mencari opsi baru,” kata Ali Bakir, asisten profesor peneliti di Pusat Ibn Khaldun Universitas Qatar.
Baik Arab Saudi dan Turki mengantisipasi pemerintahan Biden yang akan datang akan secara drastis mengubah prioritasnya di wilayah tersebut.
Antara lain mundur dari kebijakan Trump yang tanpa henti menekan Iran. Pemerintahan Biden kemungkinan lebih menekankan isu hak asasi manusia.
"Jika pemerintahan Biden tidak menekan Riyadh, mereka tidak akan merasa berkewajiban untuk meningkatkan hubungan mereka dengan Ankara," kata Bakir seraya menambahkan "dukungan" Trump atas tindakan Saudi pada 2017 telah menyebabkan krisis Teluk.
Ahmet Evin, seorang ilmuwan politik di Pusat Kebijakan Istanbul Universitas Sabanci, menggambarkan Trump sebagai "berutang budi" kepada keluarga kerajaan Saudi.
"Tanpa Saudi, kerajaan real estat Trump akan bangkrut beberapa waktu yang lalu," katanya. “Kedua negara banyak berinvestasi secara politik dalam pemerintahan Trump, sebagian karena hubungan pribadi", kata Emre Caliskan, peneliti di Pusat Kebijakan Luar Negeri di London.
"Begitu Trump pergi, mereka harus mengubah nada dengan mengubah kebijakan," imbuhnya.
Efek Politik Arab Spring bagi Saudi dan Sekutunya
Kemerosotan hubungan Turki-Saudi mengemuka setelah gelombang politik Musim Semi Arab 2011, yang membuat Ankara mendukung kelompok-kelompok terkait Ikhwanul Muslimin.
Harapan mereka, bisa menempatkan pemerintahan di Negara-negara kawasan Teluk yang bersimpati kepada partai penguasa Turki yang berorientasi Islam.
Arab Saudi dan sekutunya sangat menentang Ikhwanul Muslimin dan telah mendeklarasikan kelompok tersebut sebagai organisasi "teroris".
Banyak di antara anggota IM di Arab Saudi meninggalkan negara asal mereka, dan mendirikan pangkalan di Istanbul.
Dukungan Turki untuk Mohamed Morsi, yang terpilih sebagai Presiden Mesir 2012, tetapi digulingkan militer setahun kemudian, adalah contoh utama dukungan Ankara untuk Ikhwanul Muslimin.