News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Krisis Myanmar

Rekam Jejak Aung San Suu Kyi, Tokoh Nasional Myanmar yang Ditangkap Militer

Penulis: Ranum KumalaDewi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan State Counsellor Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi (Daw Suu). Perjalanan politik Aung San Suu Kyi, tokoh yang ditahan militer Myanmar dari dilarang menjadi presiden.

TRIBUNNEWS.COM - Nama Aung San Suu Kyi menjadi sorotan setelah dirinya ditahan pada Senin (1/2/2021) dini hari.

Penahanan tersebut dilakukan oleh pihak militer Myanmar.

Dikutip dari Wikipedia.org, Suu Kyi lahir 19 Juni 1945 dan saat ini ia berusia 76 tahun.

Ia adalah seorang aktivis pro demokrasi Myanmar dan pemimpin National League for Democracy (NLD).

Berbagai perjalanan politik telah ia tempuh, berikut perjalanan politik mengenai Suu Kyi:

Baca juga: Aung San Suu Kyi Ditangkap Hari Ini, Koneksi Internet dan Saluran Telepon Myanmar Terganggu

Baca juga: Militer Myanmar Ambil Alih Negara Pasca-Tangkap Pemimpin Aung San Suu Kyi, Tetapkan Kondisi Darurat

Dilarang Menjadi Presiden

Dilansir oleh BBC.com, pada November 2015, ia memimpin partai NLD dan meraih kemenangan telak dalam pemilihan umum pertama Myanmar yang diperebutkan secara terbuka selama 25 tahun.

Konstitusi Myanmar melarang dia menjadi presiden karena dia memiliki anak yang merupakan warga negara asing.

Namun Suu Kyi, secara luas dipandang sebagai pemimpin de facto.

Jabatan resminya adalah penasihat negara.

Silsilah Politik

Suu Kyi adalah putri pahlawan kemerdekaan Myanmar, Jenderal Aung San.

Ayahnya, Aung San dibunuh ketika ia baru berusia dua tahun, tepat sebelum Myanmar memperoleh kemerdekaan dari penjajahan Inggris pada 1948.

Pada 1960 ia pergi ke India bersama ibunya, Daw Khin Kyi, yang telah ditunjuk sebagai duta besar Myanmar di Delhi.

Empat tahun kemudian ia pergi ke Universitas Oxford di Inggris, ia belajar filsafat, politik, dan ekonomi.

Saat menjalankan pendidikannya di Oxford, Inggris, ia bertemu dengan calon suaminya yang merupakan seorang akademisi, Michael Aris.

Ia menikah dengan Michael Aris pada 1972 dan memiliki dua orang anak.

Ia menetap di Inggris untuk membesarkan kedua anak mereka, Alexander dan Kim.

Namun Myanmar tidak pernah jauh dari pikirannya.

Ketika ia tiba kembali di Rangoon (sekarang Yangon) pada 1988 untuk merawat ibunya yang kritis, Myanmar berada di tengah pergolakan politik besar.

Ribuan siswa, pekerja kantoran, dan biksu turun ke jalan menuntut reformasi demokrasi.

Suu Kyi kemudian memimpin pemberontakan melawan diktator saat itu, Jenderal Ne Win.

Tahanan Rumah

Terinspirasi oleh kampanye tanpa kekerasan dari pemimpin hak-hak sipil AS, Martin Luther King, dan Mahatma Gandhi dari India, Suu Kyi mengorganisir aksi unjuk rasa dan melakukan perjalanan ke seluruh negeri, menyerukan reformasi demokrasi yang damai dan pemilihan umum yang bebas.

Namun demonstrasi tersebut diserang secara brutal oleh tentara, yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada 18 September 1988.

Suu Kyi lalu ditempatkan di bawah tahanan rumah pada tahun berikutnya.

Selanjutnya, pemerintah militer mengadakan pemilihan nasional pada Mei 1990.

Pemilihan tersebut dimenangkan oleh partai NLD, yang dipimpin Suu Kyi.

Namun, Junta menolak untuk menyerahkan kendali, sehingga Suu Kyi tetap menjadi tahanan rumah di Rangoon selama enam tahun, sampai ia dibebaskan pada Juli 1995.

Namun ia kembali dikenakan tahanan rumah pada September 2000, ketika ia mencoba melakukan perjalanan ke kota Mandalay yang melanggar larangan perjalanan.

Selanjutnya ia dibebaskan tanpa syarat pada Mei 2002, namun setahun kemudian ia dipenjara setelah bentrokan antara pendukungnya dan massa yang didukung pemerintah.

Suu Kyi kemudian diizinkan untuk kembali ke rumah, namun ia masih berada di bawah tahanan rumah.

Terkadang ia bisa bertemu dengan pejabat NLD lainnya dan diplomat terpilih, namun selama tahun-tahun awal ia sering berada di sel isolasi, hingga dirinya tidak diizinkan untuk melihat kedua putranya atau suaminya, yang meninggal karena kanker pada Maret 1999.

Kembali ke Politik

Suu Kyi dikesampingkan dari pemilihan pertama Myanmar dalam dua dekade pada 7 November 2010.

Namun ia dibebaskan dari tahanan rumah enam hari kemudian, hingga ia bisa kembali bertemu dengan anaknya, Kim.

Ketika pemerintahan baru memulai proses reformasi, Suu Kyi dan partainya kembali bergabung dalam proses politik.

Mereka memenangkan 43 dari 45 kursi yang diperebutkan pada pemilihan April 2012, dalam sebuah pernyataan dukungan, Suu Kyi dilantik sebagai anggota parlemen dan pemimpin oposisi.

Krisis Rohingnya

Sejak menjadi penasihat negara Myanmar, kepemimpinannya ditentukan oleh perlakuan terhadap minoritas Rohingya yang sebagian besar Muslim di negara itu.

Pada 2017, ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh karena tindakan keras militer yang dipicu oleh serangan brutal di kantor polisi di negara bagian Rakhine.

Mantan pendukung internasional menuduh Suu Kyi tidak melakukan apa pun untuk menghentikan pemerkosaan, pembunuhan, dan kejahatan genosida dengan menolak untuk mengutuk militer yang masih kuat atau mengakui laporan kekejaman.

Beberapa orang berpendapat bahwa ia adalah seorang politikus pragmatis, mencoba untuk memerintah negara multi-etnis dengan sejarah yang kompleks.

Namun pembelaan pribadinya atas tindakan tentara pada sidang ICJ tahun lalu di Den Haag dipandang sebagai titik balik baru yang melenyapkan sedikit yang tersisa dari reputasi internasionalnya.

Meski demikian, Suu Kyi tetap populer di Myanmar bagi mayoritas masyarakat Budha.

Baca juga: Aung San Suu Kyi Ditangkap, Inilah Kilas Balik Krisis Politik Myanmar

Baca juga: Pemimpin, Presiden, Anggota Senior Partai Penguasa Myanmar Dikabarkan Ditangkap Saat Serangan Pagi

Reformasi Terhenti

Sejak mengambil alih kekuasaan, Suu Kyi dan pemerintah NLD-nya juga menghadapi kritik karena menuntut jurnalis dan aktivis menggunakan undang-undang era kolonial.

Sementara itu, kemajuan telah dicapai di beberapa bidang, namun militer terus memegang seperempat kursi parlemen dan mengendalikan kementerian-kementerian utama termasuk pertahanan, urusan dalam negeri dan urusan perbatasan.

Para analis memberikan tanggapannya dengan mengatakan bahwa transisi demokrasi Myanmar seperti terhenti.

Namun Suu Kyi masih populer, sebuah survei tahun 2020 oleh People's Alliance for Credible Elections, menyatakan bahwa 79% orang percaya padanya, naik dari 70% dari tahun sebelumnya.

(Tribunnews.com/Ranum Kumala Dewi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini