News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Krisis Myanmar

SOSOK Min Aung Hlaing, Jenderal Militer Ambil Alih Kekuasaan Myanmar, Aung San Suu Kyi Digulingkan

Penulis: garudea prabawati
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Panglima AD Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing.

TRIBUNSOLO.COM - Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi ditangkap dalam sebuah penggerebekan, Senin (1/2/2021).

Penangkapan tersebut juga dilakukan kepada sejumlah tokoh senior Partai National League for Democracy (NLD).

Diketahui konflik politik memanas di negara berjuluk Tanah Emas tersebut.

Terjadi peningkatan ketegangan antara pemerintahan sipil dengan militer dalam beberapa hari terakhir.

Pihak militer pun mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun untuk menjaga stabilitas negara.

Dikutip dari Kompas.com, pangkal masalah ketegangan di Myanmar bermula dari Pemilu November 2020, pemilu demokratis kedua sejak negara itu keluar dari pemerintahan militer pada 2011.

Pihak militer menuduh adanya kecurangan dalam proses pemungutan suara, sehingga perolehan suara partai NLD jauh lebih besar dari yang diperkirakan banyak orang.

Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, menuding kekerasan yang dilakukan kelompok milisi ARSA merupakan upaya untuk membangun kekuatan di negara bagian Rakhine. (EPA)

Hingga akhirnya kudeta yang dilakukan secara tiba-tiba ini pun mengejutkan beberapa pengamat, dan menunjukkan bahwa militer telah memegang kekuasaan secara signifikan.

Kini pihak militer menunjuk seorang jenderal militer, Min Aung Hlaing, untuk mengambil alih kekuasaan atau sebagai pelaksana tugas Presiden Myanmar.

Lantas siapakah sosok Min Aung Hlaing?

Pria kelahiran 3 Juli 1956 tersebut merupakan seorang Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar.

Baca juga: Politik Myanmar Memanas, Kementerian Luar Negeri RI Imbau bagi WNI

Baca juga: Rekam Jejak Aung San Suu Kyi, Tokoh Nasional Myanmar yang Ditangkap Militer

Dia diangkat menjadi panglima tertinggi pada 30 Maret 2011.

Dikutip dari The Guardian, Min Aung Hlaing pria berusia 64 tahun tersebut, sempat belajar hukum di Universitas Yangon pada 1972-1974.

"Dia orang yang tidak banyak bicara dan biasanya tidak menonjolkan diri," kata seorang teman.

Sementara saat rekan-rekannya dan siswa lain bergabung dengan demonstrasi, Min Aung Hlaing membuat aplikasi tahunan untuk masuk ke universitas militer utama, Akademi Layanan Pertahanan (DSA).

Dirinya baru berhasil memasukinya setelah berhasil pada upaya ketiganya, yakni tahun 1974.

Menurut seorang anggota kelas di DSA, pada tahun 2016 dirinya sempat bertemu dengan Min Aung Hlaing pada reuni kelas tahunan, dan dirinya mengatakan Min adalah seorang kadet biasa.

"Namun dia dipromosikan secara teratur," kata teman sekelasnya.

Aung San Suu Kyi (DNA India/AFP)

Hingga rekannya tersebut pun terkejut melihat Min Aung Hlaing naik melebihi pangkat menengah korps perwira.

Min Aung Hlaing mengambil alih menjalankan militer pada tahun 2011 saat transisi menuju demokrasi dimulai. 

Para diplomat di Yangon mengatakan bahwa dengan dimulainya masa jabatan pertama Suu Kyi pada tahun 2016, Min Aung Hlaing telah mengubah dirinya dari tentara pendiam menjadi politisi dan tokoh masyarakat.

Pengamat mencatat penggunaan Facebook untuk mempublikasikan kegiatan dan pertemuan dengan pejabat dan kunjungan ke biara. 

Baca juga: Bangladesh Berharap Myanmar Komitmen Urusi Repatriasi Pengungsi Rohingya Meski Ada Kudeta

Profil resminya menarik ratusan ribu pengikut, sebelum pada akhirnya diturunkan setelah serangan militer terhadap minoritas Muslim Rohingya pada 2017.

Min Aung Hlaing mempelajari transisi politik lainnya, kata para diplomat dan pengamat.

Dan telah membuat banyak kebutuhan untuk menghindari kekacauan yang terlihat di Libya dan negara-negara Timur Tengah lainnya setelah perubahan rezim pada tahun 2011.

Rohingya

Dikutip dari Time, diketahui Min Aung Hlaing merupakan sosok yang mengambil keputusan menyangkut tindakan keras militer terhadap Rohingya.

Pada 26 Oktober, Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson berbicara dengan Min Aung Hlaing, mendesaknya untuk menghentikan kekerasan dan mengizinkan Rohingya kembali.

Tindakan keras militer di Myanmar tersebut mendorong lebih dari 730.000 Muslim Rohingya mengungsi ke negara tetangga Bangladesh.

Penyelidik PBB mengatakan operasi militer Myanmar termasuk pembunuhan massal, pemerkosaan geng dan pembakaran luas dan dilakukan dengan niat genosida.

Baca juga: Militer Myanmar: Aung San Suu Kyi Cs Ditahan Atas Dugaan Kecurangan Pemilu 2020

PBB juga mengatakan Rohingya merupakan eksodus pembersihan etnis.

Tapi Min Aung Hlaing menyebut dunia telah menilai secara tidak adil terkait solusi untuk persoalan Myanmar tersebut.

Sebagai tanggapan, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada Min Aung Hlaing dan tiga pemimpin militer lainnya pada tahun 2019.

Juga pada 2019, penyelidik PBB mendesak para pemimpin dunia untuk menjatuhkan sanksi keuangan pada perusahaan yang terkait dengan militer Myanmar.

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati) (Kompas.com/Ahmad Naufal Dzulfaroh)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini