Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, NAYPYTAW - Dokter dan tenaga medis pada 70 rumah sakit serta departemen medis di 30 kota di seluruh Myanmar melakukan aksi mogok kerja, Rabu (3/2/2021).
Aksi mogok kerja ini dillakukan untuk memprotes kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Aksi para dokter dan tenaga medis itu termasuk bagian Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar yang baru dibentuk, seperti dilansir Reuters, Rabu (3/2/2021).
Baca juga: Myanmar Terima Dana Segar IMF Rp 4,9 Triliun Sebelum Kudeta Militer
Gerakan itu mengatakan militer telah menempatkan kepentingannya sendiri di atas kesulitan warga selama pandemi virus corona.
Virus corona telah menewaskan lebih dari 3.100 orang di Myanmar, salah satu tertinggi di Asia Tenggara.
"Kami menolak untuk mematuhi perintah apa pun dari rezim militer tidak sah yang menunjukkan mereka tidak menghargai para pasien kami yang miskin," kata Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar dalam pernyataannya.
Baca juga: Tenaga Medis dari 70 Rumah Sakit di Myanmar Mogok Kerja sebagai Bentuk Protes atas Kudeta Militer
Empat dokter lainnya mengkonfirmasi mereka telah mogok kerja, tetapi tidak ingin menyebut identitasnya.
"Saya ingin para tentara kembali ke asrama mereka dan itulah sebabnya kami dokter tidak pergi ke rumah sakit," kata seorang dokter berusia 29 tahun di Yangon kepada Reuters.
"Saya tidak tahu berapa lama saya akan terus melakukan pemogokan ini. Itu tergantung pada situasinya," ujarnya.
Baca juga: VIRAL Video Wanita sedang Asyik Senam Aerobik, Tak Sadar Ada Kudeta Militer Myanmar di Belakangnya
Kelompok mahasiswa dan pemuda juga telah bergabung dalam Gerakan Pembangkangan Sipil.
Reuters tidak dapat menghubungi pemerintah untuk mengomentari tindakan para dokter dan tenaga medis.
Militer telah merebut kekuasaan pada Senin (1/2/2021), memotong transisi demokrasi dengan alasan kecurangan dalam pemilihan umum November lalu, yang dimenangkan oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partainya Suu Kyi.
Kudeta itu menuai kecaman dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya ketika para jenderal yang berkuasa menahan Suu Kyi dan puluhan pejabat sipil lainnya.
Untuk memperkuat kekuasaannya, junta militer membentuk Dewan Pemerintahan Baru termasuk delapan jenderal dan dipimpin oleh Panglima Aangkatan Bersenjata Jenderal Min Aung Hlaing.
Kudeta ini menyerupai massa ketika Myanmar di bawah kepemimpinan diktator selama hampir setengah abad hingga 2011.
Penerima Nobel Perdamaian Suu Kyi, nmasih tetap dalam penahanan meskipun ada panggilan internasional agar dibebaskan segera.
Seorang pejabat NLD mengatakan Suu Kyi menjadi tahanan rumah di ibukota Naypyidaw dan dalam kondisi sehat.
Dalam protes publik terbesar terhadap kudeta sejauh ini, orang-orang di pusat komersial Kota Yangon meneriakkan "kejahatan hilang" dan menggedor panci logam pada Selasa (2/2/2021) malam dalam gerakan tradisional untuk mengusir karma jahat atau buruk.(Reuters)