TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri China membantah tudingan yang menyebutkan Beijing mendukung atau memberikan persetujuan diam-diam untuk kudeta militer di negara tetangga Myanmar.
“Teori yang relevan tidak benar. Sebagai negara tetangga Myanmar yang bersahabat, kami berharap semua pihak di Myanmar dapat menyelesaikan perbedaan mereka dengan tepat, dan menegakkan stabilitas politik dan sosial," kata Juru Bicara Kementerian Nuar Negeri China Wang Wenbin, Rabu (3/2/2021), seperti dikutip Reuters.
Diplomat tinggi Pemerintah China selama kunjungan terjadwal bulan lalu ke ibu kota Myanmar bertemu dengan para pejabat negara itu termasuk Panglima Militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang pekan ini merebut kekuasaan dalam kudeta.
Baca juga: Video Detik-detik Anggota Parlemen Myanmar Dijemput Paksa Tentara Bersenjata Saat Kudeta Militer
Penggulingan Pemerintahan Aung San Suu Kyi oleh militer "tak terhindarkan", Min Aung Hlaing mengatakan pada Selasa (2/2), ketika Amerika Serikat secara resmi menetapkan pengambilalihan itu sebagai kudeta.
Militer Myanmar yang kuat mengejutkan negara itu pada Senin (1/2), ketika menahan Aung San Suu Kyi dan pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) lainnya dalam "serangan" sebelum fajar, menjelang dimulainya kembali sidang parlemen yang dijadwalkan.
Jenderal Min Aung Hlaing mendapat "kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif", yang secara efektif mengembalikan Myanmar ke pemerintahan militer setelah 10 tahun percobaan dengan demokrasi.
Dalam komentar publik pertamanya sejak kudeta itu, Min Aung Hlaing mengatakan, pengambilalihan militer "sejalan dengan hukum", setelah pemerintah gagal menanggapi keluhannya atas kecurangan pemilu.
"Setelah banyak permintaan, cara ini tak terhindarkan bagi negara, dan itulah mengapa kami harus memilihnya," katanya dalam rapat kabinet pertama, menurut pidato yang di-posting di halaman Facebook resmi militer Myanmar, seperti dikutip Channel News Asia.
China halangi PBB
Sementara itu, Pemerintah China menghalangi Dewan Keamanan PBB mengeluarkan pernyataan untuk mengutuk kudeta militer di Myanmar.
Dewan Keamanan PBB menggelar rapat terkait Myanmar, Selasa (02/02). Namun mereka gagal menyepakati pernyataan bersama karena China menolak memberikan persetujuan.
Dukungan China terhadap pernyataan bersama itu vital karena mereka memiliki hak veto sebagai anggota permanan Dewan Keamanan PBB.
Sebelum rapat digelar, Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner mengutuk keras kudeta yang terjadi usai militer menolak mengakui hasil pemilu November lalu.
Schraner mengatakan situasi yang terjadi di Myanmar saat ini merupakan bencana bagi Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kii yang memenangkan pemilu.