TRIBUNNEWS.COM, MYANMAR - Konflik politik di dalam negeri Myanmar, termasuk kudeta militer yang terjadi baru-baru ini, membuat berbagai pihak di Indonesia menengok kembali sejarah panjang hubungan budaya dan peradaban antara kedua bangsa.
Salah satu yang mengemuka adalah cara pandang atas kehidupan sehari-hari, hingga selera musik.
Belum lama ini viral video seorang guru aerobik bernama Khing Hnin Wa yang memilih lagu Ampun Bang Jago untuk memandu senam kelompok via rekaman video.
Tentu kita familiar dengan senam kelompok yang dipandu instruktur setiap pagi di halaman kantor pemerintah maupun pada akhir pekan di berbagai ruang terbuka di kota maupun di desa Indonesia.
Baca juga: Viral di Tengah Kudeta Myanmar, Ampun Bang Jago Juga Pernah Digunakan West Ham United
Rekaman video sang guru aerobik sekarang menjadi dokumentasi sejarah terjadinya kudeta di Myanmar, namun di lapisan yang lain menunjukkan salah satu selera musik yang dipilih masyarakat Myanmar pada tataran kehidupan sehari-hari.
Seperti dikutip dari ABC Australia hari Kamis, (04/02/2021), lagu-lagu yang memasyarakat di tataran sehari-hari Indonesia ada yang digubah ke dalam bahasa Myanmar yang juga akhirnya memasyarakat di kehidupan sehari-hari.
Ini bukan perkara tangga lagu pop di radio, namun perkara musik dan lagu yang dipilih seorang guru senam, ibu-ibu, pegawai, dan pedagang kaki lima sehari-hari.
Salah satunya adalah lagu 'Madu dan Racun'. Watik Soetardjo, seorang warga asal Indonesia yang sudah hampir dua tahun tinggal di kota terbesar di Myanmar, Yangon mengatakan, Lagu 'Madu dan Racun' juga diterjemahkan dan jadi lagu pop di sini," katanya kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya lewat percakapan online.
Pedagang keliling di perkotaan Indonesia dan di Myanmar kelakuaannya-pun mirip-mirip, menyetel musik pop dengan suara keras sambil menggenjot gerobak mereka sepenuh hati, hilir mudik di perumahan, "Saya pernah dengar lagu itu diputar keras-keras ketika ada tukang jual lotere yang menggunakan kereta dorong keluar masuk kampung." tutur Watik
"Mereka memutar lagu-lagu pop dengan speaker keras-keras dan salah satunya adalah Lagu 'Madu dan Racun'," kata Watiek.
Selain 'Madu dan Racun', ada lagu-lagu asal Indonesia dan berbahasa Melayu lain yang digubah ke dalam bahasa Myanmar, salah satunya lagu 'Burung Dalam Sangkar', yang pernah populer di Indonesia yang ditulis oleh May Sumarna dan dinyanyikan oleh biduan kondang Emilia Contessa di tahun 1970-an.
Definisi dari 'nikmat di telinga' antara masyarakat Indonesia dan Myanmar sendiri mirip-mirip, dan mungkin saja saling mempengaruhi.
Padahal perlu dicatat, interaksi sehari-hari antara dua peradaban bisa dikatakan sangat jarang, selain karena perbedaan bahasa juga karena jarak geografi yang jauh.
Kedua negara juga memiliki sejarah yang sangat panjang dan hampir sama, membebaskan diri dari penjajahan asing.