News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Impeachment Donald Trump

Mengapa Donald Trump Dimakzulkan meski Sudah Tidak Lagi Menjabat sebagai Presiden? Ini Alasannya

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Donald Trump melambaikan tangan saat dia menaiki Marine One di Gedung Putih di Washington, DC, pada 20 Januari 2021. Meski Trump sudah tidak lagi menjabat, hukuman akan memungkinkan pemungutan suara kedua untuk melarangnya mencalonkan diri sebagai presiden lagi.

TRIBUNNEWS.COM - Donald Trump menjadi presiden pertama dalam sejarah Amerika Serikat yang dimakzulkan dua kali.

Tak hanya itu, Trump juga merupakan satu-satunya yang dimakzulkan meski sudah tak lagi menjabat sebagai presiden.

Tujuan utama dari pemakzulan yaitu mencopot jabatan presiden yang saat itu bertugas.

Namun hal itu tak lagi bisa dilakukan karena Donald Trump memang sudah menyelesaikan masa jabatannya.

Lalu apa yang membuat Kongres Amerika tetap ingin memakzulkan Donald Trump?

Meski Trump sudah tidak lagi menjabat, hukuman akan memungkinkan pemungutan suara kedua untuk melarangnya mencalonkan diri sebagai presiden lagi.

Baca juga: 4 Fakta Sidang Perdana Pemakzulan Donald Trump: Demokrat Ceritakan Kembali Suasana Kerusuhan Capitol

Baca juga: Jelang Sidang Pemakzulan Donald Trump, Ini 6 Hal yang Perlu Diketahui

Donald Trump melambaikan tangan saat dia menaiki Marine One di Gedung Putih di Washington, DC, pada 20 Januari 2021. (MANDEL NGAN / AFP)

Setelah apa yang terjadi pada 6 Januari lalu, Kongres mengambil sikap bipartisan.

Dewan Perwakilan Rakyat AS memakzulkan Trump karena menghasut upaya kekerasan untuk menggulingkan Capitol, kerusuhan yang menyebabkan kematian enam orang.

Dilansir Independent, pakar konstitusi Sandra Seder mengatakan, Trump mungkin dapat meninggalkan jabatannya tanpa janggalan, jika bukan karena pemberontakan.

"Saya tidak berpikir pemakzulan akan berhasil, terlepas dari perilakunya seputar pemilihan Georgia."

Perilaku Trump termasuk dalam kategori "Pengkhianatan, Suap, atau Kejahatan dan Pelanggaran Tingkat Tinggi lainnya."

"Orang-orang di Capitol dibohongi dan dituntun untuk percaya bahwa proses Electoral College bisa dihentikan," kata Seder.

"Itu adalah serangan terakhirnya setelah mencoba merusak hasil pemilu AS di Georgia," lanjutnya.

"Trump membuat para pengikutnya percaya bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mengubah suara Electoral College, setelah benar-benar meminta seorang pejabat di Georgia untuk melakukan sesuatu yang dia tidak memiliki wewenang untuk melakukannya."

Pemimpin Mayoritas Steny Hoyer (Kanan) dan Asisten Juru Bicara Katherine Clark (Kiri), bersama Perwakilan Manajer Pemakzulan DPR Joe Neguse (D-CO), tampil saat Ketua DPR Nancy Pelosi memegang pasal pemakzulan yang ditandatangani selama upacara engrossment setelah DPR AS memilih untuk mendakwa Presiden AS Donald Trump di US Capitol, 13 Januari 2021, di Washington, DC. (Brendan SMIALOWSKI / AFP)
Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini