News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penanganan Covid

China Dituduh Pihak yang Pertama Kali Sebarkan Konspirasi Mengenai Covid-19

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyelidiki asal-usul virus corona Covid-19, mengenakan alat pelindung terlihat selama kunjungan mereka ke Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Hewan Hubei di Wuhan, Provinsi Hubei tengah China pada 2 Februari 2021 .

TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Sebuah investigasi dirilis pekan ini mengenai Covid-19.

Temuan terbaru itu menyebutkan bahwa China memainkan peran utama dalam menyebarkan disinformasi tentang asal mula Virus Corona (Covid-19).

Mesin propaganda China memainkan peran kunci dalam menghasilkan konspirasi tentang Covid-19 yang diklaim 'berasal dari negara lain'.

Hal ini menurut hasil investigasi sembilan bulan yang telah dilakukan oleh The Associated Press.

Media dan pejabat terkemuka di Rusia, Iran dan Amerika Serikat (AS) termasuk mantan Presiden AS Donald Trump juga memperkuat dugaan klaim palsu bermotif politik yang dilakukan China.

Baca juga: Lab Wuhan Dilaporkan Memiliki Kandang Ternak Kelelawar untuk Percobaan Virus, Dibuat sebelum Pandemi

Menurut mereka, ini dilakukan negeri tirai bambu itu dalam persaingan global untuk mengontrol narasi tentang dari mana virus itu berasal.

Hanya butuh waktu tiga bulan untuk menciptakan rumor bahwa Covid-19 direkayasa sebagai senjata biologis untuk disebarkan.

Rumor ini dicetuskan China agar 'mengakar' pada benak jutaan orang.

Dikutip dari laman The Daily Mail, Selasa (16/2/2021), pada Maret 2020, beberapa survei menunjukkan bahwa rumor itu telah tersebar luas karena adanya keyakinan bahwa virus tersebut merupakan buatan manusia dan mungkin telah dipersenjatai.

Pusat Penelitian Pew menemukan contoh, satu dari tiga orang Amerika meyakini bahwa Covid-19 telah dibuat di laboratorium.

Sementara satu dari empat orang menilai virus itu telah direkayasa secara sengaja.

The Associated Press melaporkan bahwa berdasar temuan, kekacauan ini setidaknya sebagian telah dibuat.

Ini merujuk pada hasil investigasi The Associated Press yang berlangsung selama sembilan bulan tentang disinformasi.

Investigasi ini bekerja sama dengan Laboratorium Penelitian Forensik Digital Dewan Atlantik.

Di sisi lain, China dan AS hingga Rusia dan Iran telah berjuang untuk mengendalikan narasi tentang dari mana virus itu berasal.

Saat pandemi melanda dunia, China lah yang memimpin penyebaran disinformasi tentang asal usul Covid-19.

Ilmuwan Australia, Profesor Dominic Dwyer yang menyelidiki asal-usul klaim pandemi ini mengatakan bahwa pandemi Covid-19 dimulai di China dan menyebar di Pasar Makanan Laut Huanan di kota Wuhan.

Ia adalah satu dari 14 Ilmuwan yang melakukan perjalanan ke China selama sebulan terakhir dalam misi penyelidikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap virus yang telah menewaskan 2,3 juta orang di seluruh dunia itu.

Namun pada Selasa lalu, banyak yang terkejut mendengar pernyataan pemimpin tim investigasi WHO, Peter Embarek bahwa impor makanan beku (frozen food) seperti daging sapi Australia, diduga menyebabkan munculnya wabah awal.

Hal ini pun dibantah Prof Dwyer yang merupakan seorang Ahli Mikrobiologi dan Ahli Penyakit Menular.

Ia merasa tidak setuju dengan pendapat tersebut.

Prof Dwyer mengatakan sumber virus kemungkinan besar berasal dari kelelawar, sama seperti dugaan sebelumnya.

"Kami tahu bahwa virus lain yang berkerabat dekat dengan (Covid-19) ada pada kelelawar, kita tahu bahwa virus lain seperti MERS dan SARS pada tahun 2003 juga berasal dari kelelawar. Kelelawar ini tentu saja tidak melihat perbatasan, sehingga mereka bisa saja tidak hanya ada di China namun juga di wilayah lain Asia Tenggara dan bahkan di tempat lain di dunia," tegas Prof Dwyer.

Dari kelelawar, penularannya mungkin berpindah ke hewan perantara seperti trenggiling atau kucing yang dijual sebagai bahan makanan di 'pasar basah' hewan eksotis tradisional China.

Sementara itu, pejabat terkemuka dan media sekutu dari China, AS, Rusia dan Iran memposisikan diri sebagai penyebar disinformasi tingkat tinggi.

Mereka menggunakan status mereka untuk menebar keraguan dan memperkuat konspirasi politik yang bijaksana.

Analisis tersebut didasarkan pada ulasan dari jutaan postingan dan artikel media sosial di Twitter, Facebook, VK, Weibo, WeChat, YouTube, Telegram, dan platform lainnya.

China pun langsung bereaksi terhadap retorika berapi-api yang dilontarkan selama berminggu-minggu oleh para pemimpin Partai Republik AS, termasuk Presiden AS ke-45 Donald Trump, yang berusaha mengubah nama Covid-19 menjadi 'virus China'.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China mengatakan bahwa pihaknya telah bekerja keras untuk mempromosikan persahabatan dan menyajikan fakta, sambil mempertahankan diri dari kekuatan musuh yang berusaha melakukan politisasi terhadap pandemi ini.

"Semua pihak harus secara tegas mengatakan 'tidak' untuk penyebaran disinformasi. Dalam menghadapi tuduhan yang dibuat-buat, kami harus membongkar kebohongan dan mengklarifikasi rumor dengan menetapkan fakta," kata Kemlu China dalam sebuah pernyataan.

Sehari setelah WHO menetapkan wabah Covid-19 sebagai pandemi, Juru bicara Kemlu China (MOFA), Zhao Lijian mengeluarkan serangkaian cuitan larut malamnya.

Diplomat China itu baru-baru ini melakukan mobilisasi di platform media sosial Barat, yakni Twitter dan Facebook, padahal kedua platform tersebut dilarang penggunaannya di China.

"Kapan pasien nol dimulai di AS? Berapa banyak orang yang terinfeksi? Apa nama rumah sakitnya? Mungkin tentara AS yang membawa epidemi ke Wuhan. Bersikaplah transparan! Publikasikan data Anda! AS berhutang penjelasan kepada kami!,"cuit Zhao pada 12 Maret 2020.

Apa yang terjadi selanjutnya menunjukkan kekuatan mesin perpesanan global China.

Di Twitter saja, 'semprotan agresif' 11 cuitan Zhao pada 12 dan 13 Maret 2020 telah dikutip lebih dari 99.000 kali selama enam minggu berikutnya, setidaknya dalam 54 bahasa.

Hal ini berdasar pada analisis yang dilakukan oleh DFRLab.

Ia memiliki hampir 275 juta pengikut di Twitter.

Sementara Kaum konservatif berpengaruh di Twitter, termasuk Donald Trump, melakukan serangan terhadao Zhao di media sosial dengan menyebarkan cuitan ke audiens terbesar mereka.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini