TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada Rabu (3/3/2021) mengatakan, akan menyelidiki kejahatan perang di Palestina.
Peluncuran investigasi resmi ICC ini disambut bahagia pemerintah Palestina namun dikecam Israel.
Penyelidikan ini menyusul keputusan pengadilan pada 5 Februari yang memiliki yurisdiksi dalam kasus tersebut.
Hal ini pun mendapat penolakan keras dari Amerika Serikat dan Israel.
"Keputusan untuk membuka penyelidikan menyusul pemeriksaan pendahuluan yang melelahkan yang dilakukan oleh kantor saya yang berlangsung hampir lima tahun," kata Jaksa ICC, Fatou Bensouda dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters.
Baca juga: ICC Punya Yurisdiksi Selidiki Kejahatan Perang di Palestina, Ini Respons PM Palestina hingga Israel
Baca juga: Palestina Kutuk Langkah Israel Kirim Vaksin Covid-19 ke Luar Negeri
Jaksa Bensouda menjanjikan pendekatan non-partisan dan mengatakan:
"Pada akhirnya, perhatian utama kami haruslah kepada para korban kejahatan, baik Palestina maupun Israel, yang timbul dari siklus panjang kekerasan dan ketidakamanan yang telah menyebabkan penderitaan yang mendalam dan keputusasaan di semua sisi."
Pada Desember 2019 lalu, Bensouda mengatakan bahwa kejahatan perang telah terjadi di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Dia menduga pelaku kejahatan adalah Pasukan Pertahanan Israel dan kelompok bersenjata Palestina seperti Hamas.
Langkah selanjutnya adalah menentukan apakah pemerintah Israel maupun Palestina melakukan penyelidikan sendiri dan mendalaminya.
Keputusan yang Dikecam Israel
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan, keputusan pengadilan itu "anti-Semitisme murni dan puncak kemunafikan."
Dia menuduh pengadilan "menutup mata" terhadap Iran, Suriah dan negara-negara lain yang menurutnya melakukan kejahatan perang "nyata".
"Tanpa yurisdiksi, diputuskan bahwa tentara pemberani kami, yang mengambil setiap tindakan pencegahan untuk menghindari korban sipil terhadap teroris terburuk di dunia yang dengan sengaja menargetkan warga sipil, tentara kami yang merupakan penjahat perang," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.