News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Media Jepang Anti Vaksinasi Mulai Menyelewengkan Pemberitaan Dengan Kematian Lansia

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gedung kementerian kesehatan dan tenaga kerja Jepang

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO -  Belakangan ini beberapa media Jepang yang anti vaksinasi di Jepang mulai menyebarkan berita mengenai kematian seorang wanita berusia 60 tahun dengan sengaja mengaitkan seolah vaksinasi penyebabnya.

Kementerian Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan Jepang mengumumkan pada tanggal 1Maret 2021 bahwa seorang wanita berusia 60-an yang telah divaksinasi dengan vaksin corona baru telah meninggal.

"Penyebab kematian wanita diyakini karena perdarahan subaraknoid, dan hubungan kausal dengan vaksin tidak diketahui," untuk pejabat kementerian kepada Tribunnews.com Kamis (4/3/2021).

Wanita itu menerima vaksinasi awal pada tanggal 26 Februari 2021.

Setelah vaksinasi, tidak ada gejala yang tampak seperti reaksi samping, dan tidak ada penyakit atau alergi yang mendasarinya.

Pandangan ahli bedah saraf  Morio, ketua subkomite khusus dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan, juga berkata, "Perdarahan subarachnoid adalah penyakit umum di usia 40-an dan 60-an, dan sejauh ini, penyakit ini tidak dianggap terkait dengan vaksin bahkan dalam kasus inokulasi di luar negeri."

Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan akan   mengevaluasi dengan dewan ahli mengenai  hubungan kausal dengan vaksinasi dan keamanan vaksin.

Dalam berita ini, Dr. Takeshi Yanagisawa, seorang ahli bedah saraf yang bekerja di Rumah Sakit Umum Massachusetts Universitas Harvard di Amerika Serikat, berkata, "Tidak mungkin ada hubungan antara vaksinasi dan perdarahan subarachnoid. Jadi vaksinasi bukan merupakan penyebab kematian bagi wanita itu."

Ditambahkannya lagi, "Sebagai ahli bedah otak, mengingat patofisiologi perdarahan subaraknoid, sejujurnya saya berpendapat bahwa tidak banyak hubungan sebab akibat antara vaksin dan awal mula perdarahan subaraknoid saat ini. Sekitar 80%  penyebabnya adalah  perdarahan subaraknoid, bukan vaksinasi. Hal diatas adalah penyebabnya. pecahnya aneurisma otak, yaitu punuk pembuluh darah yang terbentuk di kepala. Namun, dikatakan bahwa biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai aneurisma terbentuk dan pecah. Tidak mungkin tiga hari setelah vaksinasi, hal itu menyebabkan aneurisma dan bahkan pecah."

Dr. Yanagisawa telah menangani pasien dengan perdarahan subaraknoid. “Sama sekali tidak ada ilmu pengetahuan kaitan ke vaksinasi,” katanya.

Dokter itu juga  berbicara tentang mekanisme penyakit yang disebut perdarahan subarachnoid.

Penyuntikan vaksinasi akan dimulai 12 Maret 2021 untuk lansia berusia 65 tahun ke atas di Jepang

Penyebab sebenarnya mungkin gaya hidup lama, "Jadi saya tidak berpikir apa yang Anda makan tiga hari yang lalu ada hubungannya dengan menemukan kanker tiga hari kemudian, dan itu tidak bisa menjadi penyebab langsung.    Tiga hari setelah saya mendapatkan vaksin, saya mengalami perdarahan subaraknoid, jadi tentu saja ini adalah vaksin pertama saya, dan saya mengerti bahwa ini adalah vaksin pertama, tetapi dari sudut pandang kami, itulah gambarannya."

Dr Yanagisawa sendiri sudah menyelesaikan vaksinasi  corona baru di Amerika Serikat. Bagaimana pendapat Anda tentang pengumuman Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan dan cara pelaporan yang menimbulkan kecemasan ketika alasannya tidak jelas?

"Faktanya, perdarahan subarachnoid terjadi pada sekitar 24.000 pasien (bahkan di Jepang) setiap tahun. Berdasarkan fakta ini, seorang wanita berusia 60-an menjadi subarachnoid tiga hari setelah menerima vaksin. Yang membuat saya ingin meragukan hubungan sebab akibat,  ternyata ada penyakit lain, bukan karena vaksin."

Sulit, tetapi menurut nya memang penting untuk dibagikan informasi berdasarkan fakta tersebut.

Spesialis vaksin Jepang dan dokter serta peneliti Jepang yang bekerja sebagai dokter di garis depan infeksi virus Corona di Amerika Serikat menggunakan media dan SNS untuk menyebarkan informasi vaksin dengan cara yang mudah dipahami.

"Kami bekerja dengan misi mengkomunikasikan informasi dan keselamatan. berdasarkan apa yang benar-benar benar. Kami mendorong Anda masing-masing untuk mempelajari informasi yang benar dan membuat keputusan sendiri. Itu lebih penting dari apa pun,” tambah sumber itu lagi.

Tampaknya setiap orang perlu memperhatikan apa yang penting dan kebenaran melalui media dan chatting yang ada tetapi jangan terperosok ke dalam hoax, cek dan ricek selalu ya,  tambahnya lagi.
 

Sementara itu bagi WNI yang berkeinginan vaksinasi Covid-19 di Jepang dapat menghubungi Forum BBB, kelompok bisnis WNI yang berdomisili di Jepang dengan email: bbb@jepang.com subject: Vaksinasi

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini