"Menunda kekerasan"
Dilansir AFP Jumat (5/3/2021), Yangon, mantan ibu kota Myanmar, menjadi berbeda sejak aksi menentang kudeta terjadi.
Barikade darurat kini jadi pemandangan biasa, di mana massa menumpuk batu bata, ban bekas, hingga kawat berduri.
Beberapa kawasan di sana seakan menjadi zona perang setiap hari, karena demonstran berusaha mencegat konvoi penegak hukum.
Kantong plastik penuh berisi air terus mengalir ke zona merah untuk mengurangi efek terkena gas air mata.
Sejumlah orang juga siap membawa ember berisi air dan lap basah, untuk membungkus tabung gas air mata.
Ada juga yang memegang cermin sebagai perisai, dan berharap pihak berwenang kebingungan ketika menyerang.
Jika mereka mulai dikejar, massa akan menyemprotkan isi alat pemadam apo. Memberi waktu yang cukup ke rute pelarian.
Thinzar menerangkan meski mereka meminjam taktik unjuk rasa di Hong Kong dan Thailand, di lapangan tetap berbeda.
Dia menuturkan sampai saat ini, mereka masih berpegang teguh untuk tak menggunakan kekerasan, dan memastikan aparat tak melukai mereka.
Menurut catatan PBB, lebih dari 50 orang tewas di mana muncul video memperlihatkan pengunjuk rasa ditembak di kepala.
Salah satunya adalah Kyal Sin, gadis 19 tahun yang tewas di Mandalay pada Rabu (3/3/2021), saat memakai kaus "segalanya akan baik-baik saja".