Adapun menurut laporan Kelompok Karapatan and the Kabataan (Youth) Party, aktivis yang telah tewas meliputi, Emmanuel Manny Asuncion, yaitu seorang pemimpin buruh di Provinsi Cavite.
Kemudian, dua orang penyelenggara perburuhan, yaitu sepasang suami istri yang tewas di Provinsi Batangas.
Chai dan Ariel Evangelista bersama dengan putra mereka yang berusia 10 tahun, hilang hanya beberapa jam sebelum kematian mereka.
Sedangkan keberadaan putra mereka masih belum diketahui.
Di Provinsi Rizal, Karapatan juga mengonfirmasi tewasnya dua aktivis menyusul insiden penembakan.
Lebih lanjut, Human Rights Watch (HRW) menyuarakan keprihatinan mengenai penggerebekan terhadap aktivis komunis.
Menurut HRW, operasi tersebut tampaknya merupakan rencana terkoordinasi oleh pihak berwenang.
"Insiden ini jelas merupakan bagian dari kampanye kontra pemberontakan pemerintah yang semakin brutal yang bertujuan untuk menghilangkan," kata Phil Robertson, Wakil Direktur HRW Asia.
Di samping itu, ancaman Dutrete terhadap komunis telah menimbulkan ketakutan bagi masyarakat.
Pasalnya, hal itu berpotensi menyebabkan pertumpahan darah yang mirip dengan perang melawan narkoba yang menewaskan ribuan orang, termasuk anak-anak.
Kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) setempat memperingatkan bahwa ancaman tersebut tidak lagi membedakan antara pemberontak bersenjata, pembela hak asasi, dan kritik terhadap pemerintahan Duterte.
Sebagai informasi, aktivis komunis telah berperang melawan pemerintah sejak 1968, yang merupakan salah satu pemberontakan Maois terlama di dunia.
Dalam hal ini Maois adalah varian dari pemikiran Marxisme-Leninisme yang berasal dari ajaran-ajaran pemimpin komunis Tiongkok Mao Zedong.
Menurut militer, pemberontakan tersebut telah menewaskan lebih dari 30.000 orang.