Beberapa presiden yang pernah memerintah Filipina telah gagal mencapai kesepakatan dengan aktivis komunis.
Adapun saat Duterte mencalonkan diri sebagai presiden, dia berjanji untuk mengakhiri pemberontakan melalui pembicaraan damai dengan Jose Maria Sison, pemimpin Partai Komunis Filipina yang sekarang mengasingkan diri di Belanda.
Namun, menyusul bentrokan sengit antara pasukan pemerintah dan komunis pada tahun 2017, Duterte membatalkan proses perdamaian dan kemudian menandatangani proklamasi yang melabeli aktivis tersebut sebagai teroris.
Dia juga menginstruksikan pasukan pemerintah untuk menembak aktivis perempuan di alat kelamin sebagai hukuman.
Sedangkan, Duterte menawarkan hadiah kepada pembunuh untuk setiap aktivis komunis yang dihabisi.
Pada 2018, satuan tugas khusus dibentuk oleh presiden untuk menargetkan para pemberontak dan pendukungnya.
Kritikus dan aktivis hak asasi manusia mengatakan tim khusus itu juga dikerahkan untuk melawan politisi berhaluan kiri arus utama dan kritikus Duterte lainnya.
Tanpa pandang bulu, beberapa pejabat administrasi Duterte juga telah dituduh komunis.
Siapa pun yang mengkritik presiden, termasuk anggota akademisi, jurnalis dan aktivis akan dianggap sebagai komunis.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah aktivis, pengacara, dan dokter ditembak mati setelah mereka ditandai di depan umum dan di media sosial sebagai simpatisan komunis dan pemberontak komunis yang aktif.
Baca juga: Dianggap Sebagai Perusahaan Militer Komunis, Xiaomi Masuk Daftar Hitam AS
Baca juga: Diduga Disiksa, Pejabat dari Partai ‘Aung Suu Kyi’ Tewas dalam Tahanan Polisi di Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)