Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, YANGON--Aksi brutal aparat keamanan Myanmar terhadap demonstran anti-kudeta militer terus memakan korban jiwa hingga Minggu (14/3/2021).
Seperti dilansir Reuters, Minggu (14/3/2021), setidaknya satu demonstran tewas dalam penembakan polisi pada Minggu di kota Bago, Myanmar, dekat Yangon, kata para saksi dan media setempat.
Sejauh ini telah lebih dari 80 orang tewas dalam aksi protes terhadap kudeta yang menggulingkan pemerintahan sipil yang sah bulan lalu, kata Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, satu kelompok advokasi.
Baca juga: Wakil Presiden Pemerintah Sipil Myanmar Bersumpah Kejar Revolusi untuk Gulingkan Junta Militer
Di antara para tahanan ada nama penerima Nobel Aung San Suu Kyi, yang memimpin pemerintahan sipil
Sebelumya dilaporkan aparat keamanan Myanmar menewaskan sedikitnya 12 orang, saksi dan media melaporkannya, pada (13/3/2021).
Lima orang ditembak mati dan beberapa terluka ketika polisi menembaki aksi protes di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, kata para saksi mata kepada Reuters.
Sementara korban yang lain tewas di kota pusat Pyay dan dua tewas dalam penembakan polisi di ibukota komersial Yangon, sebelumnya tiga orng juga tewas, laporan media setempat.
"Mereka bertindak seperti berada di zona perang, menghadapi orang-orang yang tidak bersenjata," kata aktivis Myat Thu yang berbasis di Mandalay.
Dia mengatakan mereka yang tewas termasuk anak berusia 13 tahun.
Si Thu Tun, pengunjuk rasa lainnya, mengatakan dia melihat dua orang ditembak, termasuk seorang biksu Buddha.
Baca juga: Kisah Angel, Aktivis Myanmar yang Ditembak saat Demo Anti-Kudeta, Kuburannya Digali dan Diisi Semen
"Salah satu dari mereka dipukul di tulang kemaluan, satu lagi ditembak mati dengan sangat keji," katanya.
Di Pyay, seorang saksi mengatakan pasukan keamanan awalnya menghentikan ambulans untuk mencapai mereka yang terluka, yang menyebabkan satu orang tewas.
“Seorang sopir truk di Chauk, sebuah kota di Wilayah Magwe, juga tewas setelah ditembak di dada oleh polisi,” kata seorang teman.
Seorang juru bicara junta militer tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters yang meminta tanggapan atas insiden teranyar.