News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Royal Family

Majalah Prancis Rilis Kartun Ratu Elizabeth Injak Leher Meghan Markle, Adaptasi Insiden George Floyd

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Majalah Charlie Hebdo Rilis Karikatur Ratu Elizabeth II Injak Leher Meghan Markle, Buntut Wawancara Kontroversial

TRIBUNNEWS.COM - Majalah Prancis, Charlie Hebdo menggambarkan pengakuan Meghan Markle yang tidak bahagia menjadi keluarga kerajaan dalam sebuah karikatur.

Mengadaptasi insiden George Floyd, Charlie Hebdo menggambar Ratu Elizabeth II sedang menginjak leher Meghan Markle dengan lututnya.

Dilansir TMZ, majalah edisi mingguan itu berjudul "POURQUOI MEGHAN A QUITTE BUCKINGHAM" yang artinya "Mengapa Meghan meninggalkan Buckingham".

Ada gelembung kata yang digambarkan dari Meghan bertuliskan: "Karena aku tidak bisa bernapas lagi."

Pesan itu kemungkinan didasarkan wawancara Meghan Markle bersama Pangeran Harry dengan Oprah Winfrey.

Baca juga: Ratu Elizabeth Kembali Bekerja setelah Keluarkan Pernyataan soal Wawancara Meghan dan Harry

Baca juga: Tanggapi Wawancara Harry dan Meghan Markle, Pangeran William: Kami Bukan Keluarga Rasis

Ratu Elizabeth II Buka Suara soal Wawancara Meghan Markle-Pangeran Harry dengan Oprah Winfrey (Daily Express)

Di sana, Meghan dan Harry secara garis besar menjelaskan alasan keluar dari anggota senior Kerajaan Inggris.

Menurut TMZ, karikatur membawa pesan bahwa Meghan merasa terkekang karena ada isu rasisme di dalam kerajaan yang dipimpin Ratu Elizabeth II.

Banyak pihak menyebut majalah ini rasis, meskipun Charlie Hebdo sendiri menilainya sebagai sindiran.

Publik menyayangkan karena gambarnya seakan mengejek kematian George Floyd.

Selain itu, lapor TMZ, gambarnya tidak akurat sebagaimana Harry dan Meghan katakan.

Saat wawancara, Harry secara eksplisit mengesampingkan nenek dan kakeknya sebagai pihak yang diduga melakukan rasisme pada Archie.

Halima Begum, kepala eksekutif Runnymede Trust, lembaga pemikir kesetaraan ras Inggris, mengatakan bahwa hal itu "salah di setiap level".

"Ratu sebagai pembunuh George Floyd menghancurkan leher Meghan?" dia menulis cuitan.

"Kata Meghan dia tidak bisa bernapas? Ini tidak mendorong batasan, membuat siapa pun tertawa atau menantang rasisme."

Wawancara Pangeran Harry dan Meghan Markle bersama Oprah Winfrey di CBS pada Senin (8/2/2021) lalu memecahkan rekor penonton di AS. (Tangkap Layar Reuters)

"Itu merendahkan masalah dan menyebabkan pelanggaran, secara keseluruhan," kata Begum.

Dilansir The Guardian, pekan ini Pangeran William angkat bicara soal klaim Meghan tentang komentar rasis terhadap putranya, Archie. 

"Kami bukan keluarga rasis," kata William.

Di sisi lain, Ratu Elizabeth dikatakan sedih dan prihatin atas wawancara Meghan, jelas Istana Buckingham.

Ratu disebut sedih setelah mengetahui kondisi yang dihadapi Harry dan Meghan saat masih menjadi bangsawan kerajaan.

"Meskipun kenangan pada beberapa hal mungkin berbeda, tetapi hal itu ditanggapi dengan sangat serius dan akan ditangani oleh keluarga secara pribadi."

"Harry, Meghan, dan Archie akan selalu menjadi anggota keluarga yang sangat dicintai," kata Ratu dalam pernyataan, Selasa (9/3/2021).

Karikatur dari Charlie Hebdo membuat geram fans Ratu, karena dia digambarkan dengan mata merah dan kaki berbulu.

Baca juga: Siswi Prancis Mengaku Berbohong Setelah Menuduh Samuel Paty Menunjukkan Karikatur Nabi Muhammad

Baca juga: Sebagian Warga Prancis Skeptis dengan Vaksin AstraZeneca meski Studi Mengklaim Kemanjurannya

Sampul depan majalah satir Charlie Hebdo, edisi spesial peringatan setahun pascaserangan di kantor redaksi Charlie Hebdo, 7 Januari 2015, di Paris, Perancis. (The Guardian/Charlie Hebdo)

Majalah Charlie Hebdo memang dikenal kontroversial.

Pada 2015 lalu, 11 orang termasuk editor dan kartunis tewas diserang Said dan Chérif Kouachi bersaudara setelah mereka merilis karikatur Nabi Muhammad SAW.

Dua hari kemudian, seorang teman dari kedua orang itu, Amédy Coulibaly, menyandera dan membunuh empat orang di supermarket halal di Paris.

Charlie Hebdo menerbitkan ulang kartun itu tahun lalu.

Di Prancis, di mana sekularisme diabadikan dalam konstitusi republik, majalah itu dipandang sebagai simbol penting negara yang tidak terikat oleh aturan agama.

Tetapi yang lain memandang Charlie Hebdo provokatif dan tidak pengertian terhadap masalah serius yang dihadapi oleh kelompok-kelompok tertindas.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini