Ratusan ribu orang menolak bekerja dan yang lainnya turun ke jalan dalam gerakan pembangkangan sipil massal untuk memulihkan demokrasi dan menjamin pembebasan Aung San Suu Kyi dan orang-orang terpilih lainnya.
Para jenderal telah membenarkan perebutan kekuasaan mereka dengan menuduh kecurangan dalam pemilu November lalu yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai Aung San Suu Kyi, secara telak.
Baca juga: Yayasan yang Didirikan Miliarder George Soros Tuntut Militer Myanmar Bebaskan Stafnya
218 Orang Tewas dalam Protes Anti-Kudeta Myanmar
Lebih jauh, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), yang melacak penangkapan dan korban jiwa sejak kudeta, mengatakan sedikitnya 217 orang telah tewas dalam protes tersebut.
Pada Rabu (17/3/2021), Asosiasi Biksu Buddha yang kuat di negara itu mendesak diakhirinya kekerasan dan menuduh "minoritas bersenjata" melakukan penyiksaan dan pembunuhan warga sipil yang tidak bersalah.
Kantor berita Myanmar Now melaporkan, untuk mengecam tindakan keras terhadap demonstran pro-demokrasi, organisasi yang ditunjuk pemerintah itu juga mengatakan dalam draf pernyataan bahwa anggotanya bermaksud menghentikan kegiatan.
Militer juga berusaha membatasi komunikasi dan arus informasi.
Baca juga: Pabrik China Dibakar karena Dianggap Dukung Kudeta Myanmar, Lebih dari 30 Orang Tewas
Pemadaman internet semalam telah diberlakukan selama 32 malam, sementara minggu ini militer mulai memblokir data ponsel, membuat gerakan protes semakin menantang untuk mengatur atau berbagi foto dan video dari peristiwa yang sedang berlangsung.
Akses ke WiFi di tempat umum sebagian besar ditutup pada hari Kamis.
Penduduk beberapa kota, termasuk Dawei di selatan, dilaporkan tidak memiliki internet sama sekali.
Media non-pemerintah juga mendapat tekanan.
Sementara pihak berwenang telah memerintahkan beberapa surat kabar untuk ditutup, yang lain tampaknya terpaksa tutup karena alasan logistik.
Koran swasta terakhir berhenti terbit pada Rabu (17/3/2021).
"Sekira 37 jurnalis telah ditangkap, termasuk 19 orang yang masih ditahan," kata kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa pada Selasa (16/3/2021).
Berita lain terkait Myanmar
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)