TRIBUNNEWS.COM - Sedikitnya 114 warga Myanmar tewas karena kekerasan junta militer tepat pada perayaan Hari Angkatan Bersenjata ke-76 di negara ini pada Sabtu (27/3/2021).
Jumlah korban yang jatuh dalam sehari menjadikan Sabtu lalu hari paling berdarah sejak kudeta militer pada 1 Februari.
Sebelumnya pada Jumat, media pemerintah memperingatkan pengunjuk rasa akan berisiko ditembak tepat di kepala dan punggung.
Meski ada ancaman, demonstran tetap membanjiri jalanan di Yangon, Mandalay, dan kota-kota lainnya.
Anak-anak termasuk di antara korban tewas pada Sabtu, menurut laporan dan saksi mata.
Baca juga: Korban Tewas dalam Tindakan Keras Pascakudeta Myanmar Lebih dari 300 Orang
Baca juga: Serangan Bom Molotov di Markas Partai Aung San Suu Kyi di Myanmar
Dilansir Reuters, PBB mengatakan tentara Myanmar telah melakukan pembunuhan massal.
Sabtu lalu merupakan pertempuran terberat sejak kudeta antara tentara dan kelompok etnis bersenjata yang menguasai sebagian besar negara.
Jet militer menewaskan sedikitnya tiga orang dalam serangan di sebuah desa yang dikendalikan kelompok bersenjata dari minoritas Karen, kata sebuah kelompok masyarakat sipil pada Minggu.
Sebelumnya faksi Serikat Nasional Karen mengatakan telah menyerbu sebuah pos militer di dekat perbatasan Thailand dan menewaskan 10 orang.
Serangan udara tersebut membuat penduduk desa melarikan diri ke hutan.
Seorang juru bicara junta belum berkomentar soal pembunuhan atau pertempuran itu.
Pemimpin junta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengatakan dalam parade Hari Angkatan Bersenjata bahwa militer akan melindungi rakyat dan memperjuangkan demokrasi.
Portal berita Myanmar Now mengatakan 114 orang tewas di seluruh negeri karena tindakan keras militer.
Diantara 40 korban tewas di Mandalay, salah satunya seorang gadis berusia 13 tahun.