TRIBUNNEWS.COM - Seorang balita berusia satu setangah tahun di Dagon Selatan, Yangon, terluka oleh tembakan pasukan keamanan yang berada di bawah pemerintah militer atau junta Myanmar.
Tak hanya itu, seorang pria di Kota Pathein, Ayeyarwaddy ditembak mati pada Minggu (28/3/2021) malam.
Dikutip dari Channel News Asia, pada hari yang sama sebanyak 13 orang tewas dalam insiden di wilayah lain.
Adapun sehari sebelumnya, yaitu pada Sabtu (27/3/2021) yang bertepatan dengan parade Hari Angkatan Bersenjata, 114 orang dibunuh oleh pasukan keamanan.
Dengan demikian, total korban tewas sejak kudeta militer Myanmar 1 Februari 2021 menjadi 459 orang.
Baca juga: Di Tokyo, Prabowo Subianto dan Menhan Jepang Bahas Situasi Myanmar
Sementara itu, Komite Pemogokan Umum Kebangsaan (GSCN), yaitu satu di antara kelompok aktivis antikudeta, menyampaikan pernyataan dalam sebuah surat terbuka yang diunggah di Facebook.
GSCN mendesak kelompok etnis bersenjata untuk secara kolektif melindungi pemuda, wanita, anak-anak dan orang tua yang menentang kekuasaan militer.
Diberitakan sebelumnya, pertempuran sengit telah meletus antara pasukan keamanan dan beberapa dari dua lusin kelompok etnis bersenjata yang menguasai sebagian besar negara.
Sekira 3.000 orang melarikan diri ke negara tetangga Thailand setelah jet militer membom daerah yang dikuasai oleh milisi Persatuan Nasional Karen (KNU) dekat perbatasan, kata sebuah kelompok aktivis dan media.
Setidaknya tiga warga sipil tewas dalam serangan udara oleh militer di sebuah desa yang dikendalikan oleh KNU.
Milisi mengatakan sebelumnya telah menyerbu sebuah pos militer dekat perbatasan yang menewaskan 10 orang.
Lebih lanjut, pada Minggu malam, pasukan keamanan diduga membakar lima rumah warga di Mandalay.
Warga kemudian mengepung sebuah kantor polisi untuk meminta keterangan pasukan keamanan tersebut.
Di samping itu, pasukan keamanan juga menembaki pelayat siswa berusia 20 tahun, Thae Maung di Bago, Yangon.