Hipersensitivitas berarti reaksi yang tidak diinginkan yang dihasilkan oleh sistem kekebalan dan tertunda karena biasanya terjadi beberapa hari setelah suntikan diberikan.
Ruam biasanya berwarna merah dan bengkak, dan terkadang terasa nyeri saat disentuh, dan selalu muncul di lengan tempat vaksin diberikan.
Reaksi serupa juga ditemukan pada orang yang pernah menerima vaksin tetanus, vaksin cacar air dan vaksin MMR (campak, gondongan, rubella).
Tapi reaksi Terrell ini tidaklah ringan, melebihi iritasi.
Kaki dan tangannya membengkak dengan luar biasa dan berubah menjadi ungu tua yang menyakitkan.
"Itu perih, terbakar dan gatal," kata Terrell kepada WRIC.
"Setiap kali saya menekuk lengan atau kaki saya, seperti bagian dalam lutut saya, itu sangat menyakitkan di mana kulit bengkak dan bergesekan dengan dirinya sendiri."
Bahkan punggung Terrell mengeluarkan bercak merah.
Dia bertahan selama beberapa hari sebelum membuat janji dengan dokter kulit, yang mengirimnya ke ruang gawat darurat di mana dia segera diterima di Virginia Commonwealth University (VCU).
"Kami mengesampingkan semua infeksi virus, kami mengesampingkan COVID-19 itu sendiri, kami memastikan ginjal dan hatinya baik-baik saja, dan akhirnya kami sampai pada kesimpulan bahwa vaksin yang dia terima itulah penyebabnya," ujar Dr. Fnu Nutan, yang merawat Terrell.
Reaksi alergi kerap terjadi terhadap ketiga vaksin COVID-19 yang disahkan di A.S.
Faktanya, reaksi seprti ini lebih jarang ditemukan pada vaksin Johnson & Johnson daripada yang dibuat oleh Moderna dan Pfizer.
Tidak jelas apa, jika ada, alergi yang dimiliki Terrell.
Tetapi dokternya menduga bahwa Terrell mungkin memiliki beberapa sifat genetik langka yang berinteraksi dengan bahan-bahan dalam vaksin yang kemudian memicu reaksi yang tidak terkendali.