TRIBUNNEWS.COM, SYDNEY — Dua warga Australia yang ditahan di Myanmar, pada akhir bulan lalu telah dibebaskan dan meninggalkan Yangon.
Hal itu disampaikan Departemen Luar Negeri Australia, pada Senin (5/4/2021), seperti dilansir Channel News Asia.
Konsultan bisnis Matthew O'Kane dan Christa Avery, warga negara Kanada-Australia menjadi tahanan rumah setelah mencoba meninggalkan negara itu dengan penerbangan bantuan pada bulan Maret lalu.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia mengatakan para pejabat Australia telah "memberikan bantuan konsuler" kepada pasangan itu selama penahanan dan pembebasan mereka.
"Kami memberikan dukungan untuk keberangkatan mereka dari Yangon pada 4 April," ujar juru bicara tersebut dalam sebuah pernyataan.
"Kami menyambut pembebasan mereka."
Pasangan ini menjalankan konsultan bisnis yang dipesan lebih dahulu di Yangon.
"Saya, tentu saja, sangat lega telah dibebaskan dan dalam perjalanan pulang dengan suami saya, Matt," kata Avery dalam sebuah pernyataan.
"Meskipun saya tahu bahwa saya tidak melakukan kesalahan apa pun, itu sangat menegangkan ditahan di bawah tahanan rumah selama dua minggu."
Seorang warga Australia lainnya, ekonom Sean Turnell, seorang penasihat pemimpin sipil yang dikudeta junta militer Myanmar, Aung San Suu Kyi, ditangkap seminggu setelah kudeta.
Ekonom dan profesor universitas itu adalah warga negara asing pertama yang ditangkap menyusul kudeta 1 Februari yang mengusir penerima Nobel dari kekuasaan dan menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan.
Dia sedang diselidiki oleh junta atas dugaan pelanggaran imigrasi dan rahasia negara.
"Saya berharap, bahkan jika Sean tidak dapat dibebaskan segera, dia bisa, setidaknya, dipindahkan ke tahanan rumah untuk kebaikan fisik, mental dan emosionalnya," kata Avery.
Baca juga: Junta Myanmar Keluarkan Surat Perintah Penangkapan 40 Selebriti yang Menentang Aturannya
Canberra telah menangguhkan kerja sama militer dengan Myanmar dan menyarankan warganya untuk meninggalkan negara itu jika aman untuk melakukannya.
Telur Paskah Simbol Pembangkangan Sipil
Di sisi lain, penentang pemerintahan militer di Myanmar menuliskan pesan-pesan protes pada telur Paskah pada Minggu (4/4/2021) waktu setempat.
Sementara ribuan lainnya kembali ke jalanan untuk menggelar aksi protes menentang pemerintahan junta militer yang menggulingkan pemerintahan sipil di bahwa Aung San Suu Kyi.
Seseorang menunjukkan telur Paskah yang dicat dengan tanda bertuliskan "Revolusi Musim Semi" menyusul protes terhadap kudeta militer, di Mandalay, Myanmar 3 April 2021 dalam gambar yang diperoleh Reuters dari media sosial, seperti dilansir Senin (5/4/2021).
Dalam serangkaian pertunjukan pembangkangan sipil dadakan terbaru, pesan termasuk "Revolusi Musim Semi", "Kita harus menang" dan "Keluar MAH" - merujuk pada pemimpin junta Min Aung Hlaing – terlihat tertulis pada telur paskah dalam foto-foto di media sosial.
"Paskah adalah semua tentang masa depan dan rakyat Myanmar memiliki masa depan yang hebat dalam demokrasi federal,"ujar Dr Sasa, utusan internasional untuk pemerintah sipil yang digulingkan, dalam sebuah pernyataan.
Sasa, yang hanya menggunakan satu nama, adalah anggota etnis minoritas Kristen.
Anak-anak muda di kota utama Yangon membagikan telur bertuliskan pesan-pesan protes, demikian terligat dalam foto-foto yang diposting di media sosial.
Kerumunan orang telah datang ke jalan-jalan siang dan malam, meskipun ada tindakan keras berdarah dari militer.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok aktivis yang memantau korban dan penangkapan, mengatakan korban tewas telah meningkat menjadi 557, hingga pada Sabtu pekan lalu.
Di ibukota, Naypyitaw, dua orang tewas ketika polisi menembaki demonstran dengan sepeda motor, lapor situs berita Irrawaddy.
Satu orang tewas sebelumnya di kota utara Bhamo, laporan kantor berita Myanmar Now.
Seorang pengguna media sosial kemudian memposting foto-foto tentang seorang petugas medis wanita tergeletak terluka dan tanpa perlindungan di jalan, setelah jam malam di kota kedua Mandalay menyusul aksi protes di sana.
Polisi dan juru bicara junta militer tidak menjawab panggilan telepon terkait insiden yang terjadi.
Kerumunan besar, termasuk banyak wanita dengan topi jerami, mengalir melalui kota pusat Taze melantunkan slogan- slogan, demikian vido dari DVB TV News menunjukkan.
AAPP mengatakan 2.658 orang berada dalam tahanan, termasuk empat wanita dan seorang pria yang berbicara kepada kru berita CNN yang berkunjung dalam wawancara di jalan-jalan Yangon pekan lalu.
Junta militer yang berjuang untuk mengakhiri aksi protes, telah mengintensifkan kampanye untuk menahan kritik, memerintahkan penyedia internet untuk memotong broadband nirkabel yang digunakan kebanyakan orang untuk akses internet.
Ini juga telah mengumumkan surat perintah penangkapan untuk hampir 60 selebriti yang dikenal karena menentang kudeta, termasuk influencer media sosial, model dan bintang hip-hop, di bawah hukum yang menentang menghasut perbedaan pendapat.
Tuduhan itu, diumumkan pada buletin berita televisi pemerintah selama tiga hari terakhir, yang dapat dijerat hukuman tiga tahun penjara.
Salah satu dari mereka yang didakwa, blogger Thurein Hlaing Win, mengatakan kepada Reuters, dia terkejut dicap sebagai penjahat dan bersembunyi.
"Jika saya dihukum untuk itu, hati nurani saya jelas ... Semua orang tahu yang sebenarnya," katanya melalui sambungan telepon.
Militer telah menjanjikan pemilu baru tetapi tidak menetapkan tanggal.
Suu Kyi ditahan dan sedang menghadapi tuntutan yang bisa membawa 14 tahun penjara. Pengacaranya mengatakan tuduhan itu dipaksakan. (CNA/Reuters/CNN)