Upaya legislatif untuk menghentikan penjualan gagal pada Desember, karena sesama anggota Partai Republik di Kongres mendukung rencana Trump.
Pemerintahan Trump kemudian menyelesaikan penjualan besar-besaran ke UEA pada 20 Januari, sekira satu jam sebelum Biden dilantik sebagai presiden.
Pada akhir Januari 2021, pemerintahan Biden mengumumkan peninjauan tersebut.
UEA mengatakan, pihaknya telah mengantisipasi peninjauan tersebut dan menyambut upaya bersama untuk mengurangi ketegangan dan untuk dialog regional yang diperbarui.
Baca juga: Singgung Uighur hingga Rohingya, Ini Pernyataan Lengkap Presiden Biden Terkait Awal Ramadan
Juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan pada Selasa (13/4/2021) perkiraan tanggal pengiriman penjualan UEA, jika diterapkan, adalah setelah 2025 atau lebih.
Pemerintah mengantisipasi "dialog yang kuat dan berkelanjutan dengan UEA" untuk memastikan kemitraan keamanan yang lebih kuat, kata juru bicara itu dalam pernyataan yang dikirim melalui e-mail.
"Kami juga akan terus memperkuat dengan UEA dan semua penerima artikel dan layanan pertahanan AS bahwa peralatan pertahanan asal AS harus diamankan secara memadai dan digunakan dengan cara yang menghormati hak asasi manusia dan sepenuhnya sesuai dengan hukum konflik bersenjata," kata pernyataan.
Pemerintahan Biden juga meninjau kebijakannya untuk penjualan militer ke Arab Saudi, termasuk beberapa kesepakatan senjata era Trump.
Langkah ini diambil sehubungan dengan keterlibatan Saudi di Yaman dan masalah hak asasi manusia lainnya.
Hasil review tersebut belum dirilis.
Pada Februari, pejabat AS mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk membatalkan kesepakatan masa lalu, yang menimbulkan masalah hak asasi manusia dan membatasi penjualan di masa depan untuk senjata "defensif".
Baca juga: PM Jepang Yoshihide Suga akan Bertemu Biden di Washington 16 April 2021
Berita lain terkait Penjualan Senjata
Berita lain terkait Pemerintahan Biden
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)