News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Administrasi Biden akan Lanjutkan Penjualan Senjata Senilai Rp 335 Triliun ke UEA

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden AS Joe Biden bersiap untuk menandatangani perintah eksekutif tentang perawatan kesehatan yang terjangkau di Kantor Oval Gedung Putih di Washington, DC, pada 28 Januari 2021. Perintah tersebut termasuk membuka kembali pendaftaran di Undang-Undang Perawatan Terjangkau federal.

Upaya legislatif untuk menghentikan penjualan gagal pada Desember, karena sesama anggota Partai Republik di Kongres mendukung rencana Trump.

Pemerintahan Trump kemudian menyelesaikan penjualan besar-besaran ke UEA pada 20 Januari, sekira satu jam sebelum Biden dilantik sebagai presiden.

Pada akhir Januari 2021, pemerintahan Biden mengumumkan peninjauan tersebut.

UEA mengatakan, pihaknya telah mengantisipasi peninjauan tersebut dan menyambut upaya bersama untuk mengurangi ketegangan dan untuk dialog regional yang diperbarui.

Baca juga: Singgung Uighur hingga Rohingya, Ini Pernyataan Lengkap Presiden Biden Terkait Awal Ramadan

Juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan pada Selasa (13/4/2021) perkiraan tanggal pengiriman penjualan UEA, jika diterapkan, adalah setelah 2025 atau lebih.

Pemerintah mengantisipasi "dialog yang kuat dan berkelanjutan dengan UEA" untuk memastikan kemitraan keamanan yang lebih kuat, kata juru bicara itu dalam pernyataan yang dikirim melalui e-mail.

"Kami juga akan terus memperkuat dengan UEA dan semua penerima artikel dan layanan pertahanan AS bahwa peralatan pertahanan asal AS harus diamankan secara memadai dan digunakan dengan cara yang menghormati hak asasi manusia dan sepenuhnya sesuai dengan hukum konflik bersenjata," kata pernyataan.

Pemerintahan Biden juga meninjau kebijakannya untuk penjualan militer ke Arab Saudi, termasuk beberapa kesepakatan senjata era Trump.

Langkah ini diambil sehubungan dengan keterlibatan Saudi di Yaman dan masalah hak asasi manusia lainnya.

Hasil review tersebut belum dirilis.

Pada Februari, pejabat AS mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk membatalkan kesepakatan masa lalu, yang menimbulkan masalah hak asasi manusia dan membatasi penjualan di masa depan untuk senjata "defensif".

Baca juga: PM Jepang Yoshihide Suga akan Bertemu Biden di Washington 16 April 2021

Berita lain terkait Penjualan Senjata

Berita lain terkait Pemerintahan Biden

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

 
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini