TRIBUNNEWS.COM - Uni Eropa mengumumkan sanksi terhadap 10 pejabat pemerintah militer atau Junta Myanmar, Senin (19/4/2021).
Adapun sanksi itu merupakan tindak lanjut atas kudeta pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi dan aksi kekerasan terhadap demonstran penentang Junta.
Dikutip dari Channel News Asia, individu-individu yang dijatuhi sanksi, kata perwakilan Uni Eropa, adalah yang bertanggung jawab dalam pengrusakan demokrasi dan supermasi hukum di Myanmar.
"Individu-individu tersebut semuanya bertanggung jawab untuk merusak demokrasi dan supremasi hukum di Myanmar/Burma, dan atas keputusan yang represif dan pelanggaran hak asasi manusia yang serius," kata Menteri Luar Negeri Uni Eropa.
Selain itu, Uni Eropa juga menjatuhkan sanksi pada dua konglomerat beserta perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan oleh Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw).
Perusahaan yang dimaksud yaitu, Myanmar Economic Holdings Public Company Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation Limited (MEC).
Dua perusahaan tersebut dianggap telah menjadi sumber pendanaan Junta dan telah membiayai aksi kudeta.
Baca juga: Eks Sekjen PBB Desak ASEAN Segera Bersikap Atas Gejolak di Myanmar
Lebih lanjut, nama 10 pejabat Junta dan dua konglomerat yang di-blacklist akan disebutkan pada publikasi sanksi di surat kabar resmi Uni Eropa.
Setelah dipublikasi, maka sanksi terhadap mereka mulai berlaku.
Diplomat Uni Eropa mengatakan, para pejabat yang menjadi sasaran sebagian besar adalah anggota Dewan Administrasi Negara yang berkuasa.
Penambahan sanksi pada 10 pejabat Junta menjadikan jumlah individu di Myanmar yang di-blacklist menjadi 35 orang.
35 orang itu kini dilarang melakukan perjalanan di Uni Eropa, dan aset-aset mereka akan dibekukan.
Seiring dengan diumumkannya penjatuhan sanksi tersebut, negara-negara Uni Eropa menyatakan bersatu dalam mengutuk tindakan Junta.
Uni Eropa juga akan berupaya untuk membawa perubahan dalam pemerintahan di Myanmar.
Sebelumnya, Uni Eropa telah mengirimkan pesan ke Junta yang mengatakan bahwa melanjutkan pemerintahan yang sekarang hanya akan membawa penderitaan lebih lanjut.
"Melanjutkan jalan yang sekarang hanya akan membawa penderitaan lebih lanjut dan tidak akan pernah memberikan legitimasi apapun," tulis Uni Eropa untuk Junta.
Menurut Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, langkah yang diambil Uni Eropa akan berujung kebuntuan pada Junta.
Untuk itu, lanjut Heiko Maas, pihaknya akan terus meningkatkan tekanan untuk membawa Junta ke meja perundingan.
"Itulah sebabnya kami meningkatkan tekanan untuk membawa militer ke meja perundingan," ujar Heiko Maas.
Sanksi dari Amerika Serikat dan Inggris
Sebelum Uni Eropa menjatuhkan sanksi pada pejabat Junta dan dua perusahaan, Amerika Serikat dan Inggris telah melakukannya.
Amerika Serikat dan Inggris menjatuhkan sanksi pada MEC dan MEHL, yang mendominasi sektor-sektor termasuk perdagangan, alkohol, rokok, dan barang-barang konsumen.
Washington juga telah memukul mundur perusahaan permata negara Myanmar.
Baca juga: Jepang Minta Junta Militer Myanmar Bebaskan Jurnalis Yuki Kitazumi yang Ditahan
Untuk diketahui, Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan dari pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Kudeta tersebut telah memicu pemberontakan besar-besaran yang ingin ditumpas oleh Junta menggunakan kekuatan mematikan.
Militer telah meningkatkan upaya untuk menghancurkan perbedaan pendapat setelah demonstrasi massa.
Sedikitnya 737 warga sipil tewas dibunuh oleh pasukan keamanan, dan pers semakin diserang oleh pihak yang dipimpin Min Aung Hlaing itu.
Pemimpin Junta Militer Myanmar Dikabarkan akan Hadiri KTT ASEAN Jakarta
Junta Myanmar pada Minggu (18/4/2021), mendesak para pemimpin negara-negara di Asia Tenggara untuk memberikan kursi pada pihaknya di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN.
KTT ASEAN yang digelar pada Sabtu (24/4/2021) mendatang, direncanakan akan membahas tentang krisis yang terjadi di Myanmar.
Adapun pemimpin Junta Min Aung Hlaing dikabarkan akan bergabung sebagai wakil dari Myanmar.
Jika benar demikian, maka pertemuan tertinggi antara pemimpin negara anggota ASEAN itu menjadi perjalanan resmi pertama Min Aung Hlaing sejak menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Baca juga: Dapat Amnesti Tahun Baru, Junta Militer Myanmar Bebaskan 23.184 Tahanan
Sementara itu, kabar hadirnya Min Aung Hlaing di KTT ASEAN telah menuai cemoohan dari para aktivis.
Para aktivis kemudian meminta para pemimpin anggota ASEAN untuk tidak mengakui Junta secara resmi.
Pada Jumat (16/4/2021) penentang Junta meliputi anggota parlemen yang digulingkan, yang sebagian besar dari partai Aung San Suu Kyu dan politisi etnis-minoritas, membentuk Pemerintah Persatuan Nasional atau National Unity Government (NUG).
Wakil Menteri Luar Negeri dari NUG Moe Zaw Oo mengatakan, ASEAN belum menghubungi mereka mengenai pertemuan di Jakarta.
Jika KTT ASEAN, lanjut Moe Zaw Oo, ingin membantu menyelesaikan situasi di Myanmar, maka mereka harus mengundang NUG.
Sebab, NUG adalah organisasi yang didukung oleh rakyat Myanmar dan memiliki legitimasi penuh.
"Jika ASEAN ingin membantu menyelesaikan situasi Myanmar, mereka tidak akan mencapai apa pun tanpa berkonsultasi dan bernegosiasi dengan NUG, yang didukung oleh rakyat dan memiliki legitimasi penuh," kata Moe Zaw Oo dikutip dari Channel News Asia.
Moe Zaw Oo menegaskan, Junta tidak perlu diakui dan harus ditangani dengan hati-hati.
"Penting agar dewan militer ini tidak diakui. Ini perlu ditangani dengan hati-hati," tegasnya.
Berita lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)